Minggu, 24 Mei 2009

Horeee...BOS SD dan SMP Naik Tahun 2009



Rabu, 10 September 2008 | 22:53 WIB

JAKARTA, RABU - Pemerintah menganggarkan kenaikan besaran bantuan operasional sekolah atau BOS bagi siswa SD dan SMP pada 2009. Peningkatan BOS ini untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun gratis dan bermutu sehingga masyarakat tidak lagi dibebani berbagai pungutan yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran.

Menteri Nasional Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, di Jakarta, Rabu (10/9), mengatakan kenaikan anggaran BOS untuk SD sebesar Rp 300.000 per siswa per tahun dari sebelumnya Rp 254.000. Adapun BOS SMP diajukan sebesar Rp 420.000 per siswa per tahun dari sebelumnya Rp 354.000.

Alokasi BOS ke setiap sekolah disesuaikan dengan jumlah siswa dan dicairkan per triwulan. BOS SD disalurkan kepada sekitar 30 juta siswa dan BOS SMP kepada sekitar 11,8 juta siswa.

Ferdiansyah, anggota Komisi X dari Fraksi Golkar, mengatakan pada dasarnya DPR mendukung kenaikan anggaran BOS SD dan SMP untuk meningkatkan akses dan mutu wajib belajar (wajar) sembilan tahun. "Besaran BOS yang diajukan pemerintah itu nanti dikaji lagi bersama DPR. Bisa saja nanti nilainya lebih besar dari yang sekarang direncanakan pemerintah," kata Ferdiansyah.

Wayan Koster, anggota Komisi X Fraksi PDI-P, menilai kenaikan anggaran BOS SD dan SMP cukup membantu sekolah meskipun peningkatannya tidak signifikan. Kenaikan BOS yang diajukan Mendiknas dinilai hanya menyesuaikan inflasi.

"Karena itu, besaran yang lebih tepat akan dievaluasi lagi. Tapi pada prinsipnya sudah ada arah kebijakan bahwa wajib belajar sembilan tahun ditanggung negara," jelas Wayan.



Ester Lince Napitupulu

DPRD Kupang Setuju Pengadaan Laptop untuk Sekolah




Rabu, 22 Oktober 2008 | 06:12 WIB

KUPANG, RABU - Dewan Perwakilan (DPRD) Kabupaten Kupang mengalokasikan anggaran senilai Rp 4,2 miliar untuk pengadaan 364 laptop (komputer mini) bagi siswa sekolah dasar (SD) - Sekolah Menengah Atas (SMA) di kabupaten itu.

Melitus Ataupah, anggota panita anggaran DPRD Kupang di Kupang, Rabu (22/10) mengatakan, pengadaan laptop ini sebaiknya melalui tender, atas kerjasama dengan sekolah masing masing sebagai satuan kerja. Pengadaan laptop tidak dipusatkan di dinas pendidikan. "Panitia anggaran DPRD minta agar pengadaan laptop ini dalam pengawasan yang ketat sehingga spesifikasi dan harga laptop sesuai standar yang ditetapkan, dan penggunaannya sesuai kebutuhan siswa dan sekolah," kata Ataupah.

Para siswa sudah saatnya mengenal dan mengoperasikan komputer. Tetapi mereka harus dibimbing sehingga tidak menyalahgunakan sarana tersebut untuk proses pembelajaran dan peningkatan sumber daya. Untuk tahap pertama diprioritaskan bagi sekolah dan siswa di wilayah yang ada listrik dan jaringan telepon. Sekolah sekolah terpencil yang belum ada listrik dan telepon akan dibicarakan kemudian. Pengadaan laptop itu masuk dalam dokumen pengguna anggaran sekolah. Dana Rp 4,2 miliar bersumber dari anggaran belanja tambahan 2008.

KOR

Pemprov Jabar Tuntaskan Dana Rehabilitasi Sekolah Rusak




Senin, 6 Oktober 2008 | 20:16 WIB

BANDUNG, SENIN - Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencairkan dana lanjutan role sharing atau tanggung renteng rehabilitasi ruang kelas rusak senilai Rp236,89 miliar. Pencairan dana tahap akhir ini menandai tuntasnya kewajiban Pemprov Jabar di dalam perjanjian dana role sharing yang ikut melibatkan pemerintah pusat dan daerah.

Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jabar Nur Surianto, Senin (6/10) mengatakan, dana sebesar Rp236,89 miliar itu telah dianggarkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2008. Total dana role sharing yang telah dianggarkan Pemprov Jabar selama ini adalah Rp850 miliar.

Pada 24 April 2006, Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Jabar dan bupati /wali kota se-Jabar menandatangani nota kesepahaman penganggaran dana role sharing rehabilitasi dan pengadaan ruang kelas baru di Jabar. Total dana yang dibutuhkan Rp2,8 triliun. Dari jumlah ini, pemerintah pusat memperoleh beban (sharing ) 50 persen (Rp 1,4 triliun), Pemprov Jabar 30 persen (Rp 850 miliar) dan sisanya dibagi rata kabupaten/kota.

"Namun, yang disayangkan, hanya Pemprov Jabar yang terlihat telah konsekuen memenuhi perjanjian ini. Pusat baru sekitar 30 persennya. Begitu pula daerah. Namun, kami harapkan, dengan adanya realisasi 20 persen anggaran pendidikan, mereka segera mampu memenuhinya," tuturnya. Tanpa dukungan pemerintah pusat dan daerah, realisasi penuntasan perbaikan ruang kelas rusak di Jabar tetap sulit terwujud.

Ia berharap, Pemprov Jabar memiliki keberanian untuk menekan bupati/wali kota se-Jabar memenuhi komitmennya dalam perjanjian role sharing. "Kalau tidak memenuhi, kami akan hitung-itungan membagi anggaran 20 persen di 2009. Dana akan dibagi secara proporsional. Buat apa kami menyalurkan dana pendidikan ke daerah yang segen-segenan memajukan pendidikan," tuturnya.

Dengan selesainya kewajiban role sharing ini, maka mulai tahun 2009, Provinsi Jabar bisa berkonsentrasi pada program peningkatan mutu pendidikan. Mulai peningkatan sarana pembelajaran, kualitas guru, hingga pengadaan buku gratis akan diprogramkan. Termasuk, soal tunjangan khusus guru, tuturnya. Apalagi, porsi anggaran pendidikan di Jabar akan meningkat lebih dari 5 persen dibanding tahun sebelumnya.

Terkait pencairan tahap akhir dana role sharing ini, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah menyurati bupati dan wali kota se-Jabar untuk segera menggunakan anggaran tersebut. Dana tersebut diperuntukkan merehabilitasi 5.710 ruang kelas rusak di SD/MI dan SMP/MTS se-Jabar. Adapun unit cost-nya sebesar Rp40 juta per ruangan di SD/MI dan Rp50 juta di SMP/MTS.

Kabupaten Cianjur mendapatkan alokasi dana terbesar, yaitu Rp24,56 miliar. Sedangkan, yang terendah adalah Kota Sukabumi, yaitu Rp380 juta. Pemberian dana ini disesuaikan kondisi ruang kelas di tiap-tiap daerah. Ada tiga kabupaten/kota yang tidak mendapatkan dana, yaitu Kota Cirebon, Kabupaten Sumedang, dan Kota Banjar. Sebab, khusus ketiganya, dana telah tuntas dicairkan di APBD (Murni) 2008 lalu.

Yulvianus Harjono

Peranti Lunak Lokal Tumbuh Berkembang




Kamis, 8 Januari 2009 | 18:52 WIB

BANDUNG, KAMIS — Industri peranti lunak lokal di Indonesia, khususnya Kota Bandung, terus tumbuh berkembang. Ini ditandai dengan makin bertambahnya perusahaan pembuat software (independent software vendor/ISV). Konten multimedia kreatif dan e-learning adalah ciri khas keunggulan software-software lokal.

Mengutip data dari International Data Corporation (IDC), pakar rekayasa software Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Romi Satria Wahono, Kamis (8/1), mengatakan, ISV di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 400 buah. Tahun 2006, jumlahnya 250. Sebanyak 50 di antaranya berasal dari Bandung. Jumlah tenaga ahli yang terlibat 72.000 orang.

Pendiri situs pembelajaran www.ilmukomputer.com ini mengatakan, keunggulan software yang dihasilkan ISV lokal ini terutama menyangkut konten-konten multimedia dan animasi yang biasa digunakan sebagai alat bantu pembelajaran ataupun e-learning. Ia mencontohkan software garapan Pesona Edukasi yang berhasil menembus pasar Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya.

Ia memandang, kreator-kreator dan arsitek software lokal di Indonesia tidak bisa lagi sekadar mengandalkan produk custom atau berdasarkan proyek-proyek pesanan, baik dari swasta maupun pemerintah. Di lain pihak, peluang software generik, yaitu produk yang bersifat massal, rentan kalah bersaing dengan produsen-produsen ternama dari luar negeri yang lebih dahulu ada.

Tren ke depan yang bisa dikembangkan adalah jenis software at service (peranti lunak berbasis pelayanan berjaringan). Yang dijual itu bukan lagi sekadar produknya, tetapi lebih diarahkan ke pelayanannya. Misalnya, sistem pajak dan akuntansi, ujarnya. Salah satu produsen lokal yang telah mengembangkan software jenis ini adalah Andal. Saat ini, masih sedikit ISV yang berani bermain di sektor ini.

SAS (software at service) inilah yang tengah kami bidik. Ke depannya, software-software jenis inilah yang prospektif. Model yang proprietary (produk berbayar) akan ketinggalan. Sebab, teknologi ke depan itu berbasis kolaboratif, ujar Ardian Febri (25), Managing Director Saklik. Perusahaan bisnis online yang bertempat di Bandung ini kini tengah mengembangkan Medresa, yaitu sistem konten manajemen e-learning. Produk ini adalah satu dari lima pemenang lomba Start Up Bisnis Industri Kreatif Inkubator Industri dan Bisnis (IIB) Institut Teknologi Bandung. Namun, ucapnya, produk berbasis SAS ini sangat membutuhkan dukungan infrastruktur berupa jaringan internet yang sangat baik.

Serap tenaga kerja

Pengamat teknologi informasi dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB Budi Rahardjo saat dihubungi terpisah mengatakan, jumlah produsen software lokal maupun tenaga ahlinya masih terbilang minim. Idealnya, pada 2010, jumlahnya (produsen) itu sudah ribuan. Dalam kerangka BHTV (Bandung High Tech Valley), idealnya di 2010 itu ekspor software di Indonesia mencapai Rp 8 miliar, tuturnya.

Menurut penelitian IDC, dari estimasi tumbuhnya 1.100 perusahaan baru di tahun mendatan g, sektor kreatif ini bisa menyerap 81.000 tenaga kerja baru. Industri teknologi informasi ini pun akan menyumbangkan USD 1,1 miliar. Syaratnya, jika dikelola serius. Namun, kenyataannya, beberapa software house (ISV) di Bandung masih hidup - mati. Ada yang mati, muncul lagi yang lain, ucapnya.

Persoalan daya saing dan modal adalah kendala utamanya. Belum lagi, persoalan krisis finansial global. Dan, kecenderungan masih tingginya angka pembajakan software saat ini. License Compliance Manager PT Microsof t Indonesia Anti S Suryaman mengungkapkan, tingkat pembajakan di Indonesia saat ini mencapai 84 persen. Indonesia menempati posisi ke-12 besar pembajakan software di dunia.

Di sisi lain, Indonesia pun harus berlapang dada menyadari kondisi banyaknya tenaga ahli yang dibajak luar negeri. Ketua Kelompok Keahlian Rekayasa Software dan Data ITB Hira Laksmiwati Zoro mengatakan, lulusan berperstasi dari Teknik Informatika ITB banyak yang memilih bekerja di luar negeri. Produsen software di dalam negeri belum memberi peluang cukup menjanjikan untuk mereka.







Yulvianus Harjono

Anggaran Pendidikan Naik, Peralatan SMK Dilengkapi



Jumat, 29 Agustus 2008 | 17:12 WIB



JAKARTA, JUMAT - Kenaikan anggaran pendidikan nasional pada tahun 2009 salah satunya difokuskan untuk meningkatkan peralatan di sekolah menengah kejuruan atau SMK. Sebanyak 5.000 SMK negeri dan swasta di seluruh Indonesia akan mendapat kucuran dana untuk mengadakan dan memperbarui peralatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pembelajaran berkualitas di masing-masing sekolah.



"Setidaknya untuk komputer, semua SMK harus sudah punya pada tahun depan. Selebihnya, peralatan lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan pembelajaran di SMK," kata Direktur Jenderal Pembinaan SMK Depdiknas Joko Sutrisno di jakarta, Jumat (29/8).



Menurut Joko, anggaran untuk SMK yang saat ini mencapai Rp 1,9 triliun akan dinaikkan minimal dua kali lipat. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memfokuskan kenaikan anggaran pendidikan 20 persen untuk pertamakalinya tahun depan utnuk kesejahteraan guru, peningkatan mutu SMK, pendidikan dasar sembilan tahun, dan kesejahteraan dosen dan peneliti.



Kepala SMKN 1 Pacet, Cianjur, Jawa Barat Akib Ibrahim menyambut gembira perhatian pemerintah untuk meningatkan mutu SMK. Di SMK bidang pertanian, sekolah ini masih membutuhkan laboratorium benih dan penyakit untuk bisa meningatkan keahlian siswa sebagai teknisi menengah di bidang pertanian.



Ester Lince Napitupulu

Belajar Harus Menyenangkan, Interdisiplin, dan Kreatif




Sabtu, 17 Mei 2008 | 10:54 WIB

JAKARTA, SABTU - Pakar pendidikan, Conny R Semiawan, mengharapkan para insan pendidikan segera mengubah pola pikir dari sekadar hanya mengajak anak-anak didikannya untuk belajar secara monodisiplin ke pembelajaran yang interdisiplin.

Lima ratus tahun yang lalu, menurut Conny, Phytagoras sebenarnya sudah mengombinasikan matematika dan musik, yaitu adanya bunyi yang harmonis dalam bilangan 1 sampai 5. "Barulah sekarang terpikir lagi gagasan phytagoras itu untuk mengombinasikannya meski tergolong telat, namanya active interplay," ujar Conny dalam workshop nasional "Penerapan Model Pembelajaran Inovatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah" di Jakarta, Sabtu (17/5).

Active interplay merupakan penyatuan konseptual yang memperlihatkan kerja sama aktif antardisiplin ilmu yang melintasi batas dan membuat hubungan antara konsep-konsep yang ada. Conny mengatakan, memang dalam suatu topik mata pelajaran banyak sekali konsep dan teori yang harus disampaikan dan dimengerti oleh anak didik.

Namun, untuk membentuk anak yang cerdas secara intelektual dan emosional, guru jangan terburu-buru menyampaikan semua konsep, apalagi mendorong anak didik hanya sekadar menghapal. "Jangan memasukkan banyak-banyak konsep ke benak anak, melainkan harus blending konsep-konsep ini dengan ilmu lain sehingga anak lebih kritis untuk menjelaskan gejala dan dapat menstimulasi berpikir tingkat tinggi dan kreatif," tambah Conny.

Conny mencotohkan dengan pembelajaran tentang keindahan Danau Toba. Guru dapat mengaitkannya dengan ilmu-ilmu lain, misalnya secara geografi di manakah letak Danau Toba atau dari sejarah, misalnya, sampai mana masa lalu memengaruhi Danau Toba, atau bahkan secara psikologi, misalnya ciri orang-orang setempat berbeda dengan suku lain.

"Belajar harus menyenangkan. Guru harus kreatif, tidak boleh hanya menghapal-hapalkan lalu menyampaikan kepada anak untuk dihapalkan kembali, namun kita harus belajar kreatif agar anak bisa belajar secara kreatif juga," tandas Conny.

LIN

Menpera Akui Program 1.000 Tower sebagai Proses Pembelajaran




Selasa, 20 Januari 2009 | 21:22 WIB

JAKARTA, SELASA — Program pemerintah untuk memenuhi 1.000 unit menara (tower) rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) bagi rakyat berpenghasilan menengah ke bawah merupakan proses pembelajaran semua pihak. Bukan hanya pemerintah sendiri, tetapi juga pemerintah daerah, pengembang, masyarakat, serta perguruan tinggi dan asosiasi profesi.

Pasalnya, untuk memenuhi program tersebut, harus ada koordinasi dan komitmen bersama, mulai dari penyiapan lahan bagi lokasi, aturan yang efektif dan pasti, perizinan yang mudah, pendanaan yang memadai, baik dari pemerintah maupun perbankan, serta kemudahan dan dukungan kebijakan yang penuh.

Demikian disampaikan Menteri Negara Perumahan Yusuf Asy'ari dalam keterangan pers dan sebagaimana disampaikan dalam bahan tertulis rapat koordinasi bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (20/1) petang tadi.

Dalam rapat itu hadir di antaranya Menneg BUMN Sofyan Djalil, Gubernur DKI Jakarta, Direktur Utama Perumnas Arief Himawan, dan Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria.

"Jadi, program 1.000 tower merupakan proses pembelajaran bagi kita semua, mulai dari pemerintah pusat, daerah, pengembang, masyarakat, termasuk juga kalangan akademisi dan asosiasi profesi. Ini agar di masa datang, program tersebut bisa berjalan dengan baik," tandas Yusuf Asy'ari.

Menurut Yusuf, diakui hingga kini sudah terdapat 552 pengajuan surat minat dari pengembang untuk membangun rusunami di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah itu, DKI terdapat 342 pengajuan; di luar Jakarta atau kawasan Bogor, Tangerang, dan Bekasi, tercatat 53 pengajuan; Surabaya 31 pengajuan; Bandung 36 pengajuan; Batam 60 pengajuan; dan kota-kota lainnya masing-masing 10 surat pengajuan minat.

Adapun untuk DKI sudah terdapat surat izin 43 tower yang akan dibangun di enam lokasi. Dari tiga tower yang akan dibangun, satu tower rusunami yang berlokasi di Kemayoran, Jakarta, akan selesai pada pertengahan Februari 2009. Peresmian akan diresmikan oleh Wapres Kalla.

Yusuf mengatakan, program 1.000 rusun memang semula ditargetkan 2011 mendatang dan bukan 2009. Padahal, dalam catatan Kompas, program itu semula ditargetkan lima tahun sejak 2005. Pemerintah sebelumnya menargetkan pembangunan 1.000 tower rusunami dan rusunawa di seluruh Indonesia dalam kurun waktu lima tahun hingga 2011.

Hingga saat ini, lanjut Yusuf, untuk rusunawa baru terbangun 36.000 unit dari target 60.000 unit. Adapun tower-nya akan dicapai dengan cara bertahap. Sampai dengan tahun 2009 akan selesai dibangun 100 tower lagi, meskipun targetnya hanya 25 tower saja. "Ini berarti akan tercapai 200 persen," tambah Yusuf.



Tawarkan lahan

Sementara itu, untuk mengatasi sulitnya mendapatkan lahan kosong, diputuskan adanya 800 hektar tanah milik 120 BUMN yang akan dikelola oleh Perumnas untuk pembangunan rusun.

"Tanah-tanah milik BUMN tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan dengan dua pola. Pertama, dibayar (dibeli) oleh Perumanas. Kedua, dilakukan kerja sama dengan BUMN di mana tanah tetap dimiliki oleh BUMN, tetapi Perumnas yang membangunnya. Tadi dibicarakan dengan empat BUMN, yaitu Angkasa Pura I, Perum Kereta Api Indonesia (KAI), PT PLN, dan Perum Bulog," ujar Himawan.



Suhartono

Sabtu, 23 Mei 2009

Banyak Guru Belum Paham Paradigma Pembelajaran



Sabtu, 17 Mei 2008 | 11:43 WIB

JAKARTA,SABTU - Pergeseran paradigma proses pendidikan, menurut pakar pendidikan Diana Nomida Musnir, agaknya belum dipahami sepenuhnya oleh para pendidik di Indonesia. Perubahan paradigma dari 'pengajaran' ke 'pembelajaran' merupakan perpindahan pusat proses pendidikan dari guru ke murid, dari transfer pengetahuan ke transformasi pengetahuan. Pasalnya, guru sendiri belum siap dengan kondisi ini.

"Misalnya, akhir-akhir ini karena ramai isu kenaikan BBM, kita sering dengar istilah 'barrel' tapi nggak paham tentang istilah itu," ujar Diana dalam Workshop Nasional Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial Di Sekolah di Jakarta, Sabtu (17/5). Diana sempat menanyakan makna 'barrel' ke para peserta workshop namun ternyata banyak yang tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, menurut Diana, perubahan paradigma tersebut meminta para guru untuk memperkaya diri terlebih dahulu sehingga anak didik memperoleh wawasan yang kaya pula.

"Bagaimana kita mengharapkan anak didik kita utuh kalau kita sendiri tidak utuh dan tidak belar untuk utuh? Ini bisa dapat dicapai bukan dengan pembelajaran monodisiplin, multi maupun inter, tapi transdisiplin," ujar Diana. Selain itu, pada faktanya kebutuhan murid belum dijadikan sentral oleh para guru supaya potensi murid dapat digali secara optimal. "Kita ini adalah pelayan anak. tapi sampai sekarang ini, kita banyakan menuntun anak atau malah menuntut," tandas Diana.

Proses pembelajaran harus dikembangkan menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, atau yang biasa disebut PAKEM. Secara aktif, guru harus belajar memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang atau mempertanyakan siswa. Secara kreatif, guru harus mampu mengembangkan kegiatan yang beragam dengan alat bantu yang sederhana.

"Tantangan biasanya adalah alat bantu yang mahallah atau apa, tapi sebenarnya guru bisa mulai dengan sederhana, memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita untuk menantang murid kreatif. Murid yang kreatif itu yang bisa merancang membuat sesuatu, menulis dan mengarang," tukas Diana.

Sedangkan untuk membuat sesuatu yang menyenangkan, guru harus belajar untuk tidak membuat anak takut ketika salah atau tidak menganggapnya remeh. Caranya yang sederhana, menurut Diana, melalui raut muka yang tidak segera berubah ketika anak salah menjawab sehingga anak tersebut tidak takut lagi mengeluarkan pendapatnya dalam kesempatan lain.

LIN

Doko Ciptakan Metode Pembelajaran IPS Menyenangkan




Senin, 7 Juli 2008 | 17:59 WIB

JAKARTA, SENIN - Metode pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal membosankan. Belum lagi, satu-satunya yang akhirnya diandalkan adalah menghafal mati konsep dan teorinya. Akibatnya, para siswa kehilangan kesempatan untuk memiliki kemampuan kritis dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial.

Doko Harwanto, guru mata pelajaran Ekonomi dari SMPN 2 Wanadadi menggagas teknik pemodelan kinestetik dalam penelitian yang dipresentasikan pada hari kedua Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) di Depok, Senin (7/7). Lomba ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tanggal 6-8 Juli 2008.

Teknik kinestetik dapat menekankan pada tindakan fisik dan emosional siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pada intinya, teknik ini berpusat pada mendukung siswa belajar dengan perasaan senang dan tanpa merasa tertekan sehingga potensi otak untuk berpikir secara logis dan rasional lebih besar.

"Kalau belajar IPS, apalagi ekonomi, anak-anak seringnya mengantuk dan seringnya menghapal saja, dengan metode gerak atau menyusun balok, tentu saja dapat membantu mereka untuk belajar dengan baik," ujar Doko seusai mempresentasikan makalah penelitiannya dalam babak final Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Depok, Senin (7/7).

Aktivitas belajar yang dikembangkan dalam mata pelajaran ini adalah kata dan kotak berkait, rekonstruksi peta konsep, puzzle jigsaw dan rancang bangun konsep. Puzzle jigsaw mengajak siswa untuk merangkai kembali potongan-potongan kertas menjadi kesatuan yang utuh. Puzzle ini berisi tulisan atau gambar tentang konsep-konsep sesuai dengan materi yang dipelajari, sedangkan metode kotak bangun konsep mengajak siswa untuk menyusun kotak-kotak konsep atau subkonsep secara bertingkat sehingga membentuk konstruksi tertentu. (LIN)

LIN

Pemerintah Rumuskan Pembelajaran Peduli Lingkungan



Rabu, 24 September 2008 | 23:29 WIB

SURABAYA, RABU -Menneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan Menneg LH telah sepakat dengan Mendiknas untuk merumuskan pembelajaran yang menanamkan kepedulian kepada lingkungan sejak dini.

Hal itu dikemukakan Meneg LH Rachmat Witoelar dalam studium generale bertajuk "Peran Strategis Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim" di Rektorat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu petang.

Dalam kegiatan akhir pekan bulan Ramadhan 1429 H yang juga dihadiri aktivis lingkungan hidup Erna Witoelar dan Rektor Unair Prof Dr Fasich Apt itu, Menneg LH menyatakan kesepakatan dengan Mendiknas itu perlu dirumuskan dalam aksi riil.

"Aksi riil itu antara lain dengan mengkampanyekan sikap peduli lingkungan melalui bintang-bintang cilik anak-anak, karena itu saya berharap Unair juga turut mengambil peran strategis dalam aksi riil itu," katanya.

Ada tiga langkah strategis yang dapat dimainkan Unair yakni mengkaji sifat kekhasan alam Jawa Timur sebagai rona lingkungan strategis.

Langka lainnya, memberikan kajian ilmiah terhadap potensi sumber daya alam dan faktor resiko dalam proses pemanfaatannya, serta menganalisa kompleksitas masalah kekinian (lumpur, dampak sosial, dan keanekaragaman hayati).

"Peran strategis yang dimainkan itu harus merujuk pada hasil Bali Roadmap sebagai komitmen internasional atau Millenium Development Goals (MDGs)," katanya.

Menurut dia, Bali Roadmap merupakan hasil nyata Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan internasional yang hasilnya banyak diakui internasional dibanding hasil-hasil pertemuan lainnya.

"Untuk itu, aksi riil ke depan harus merujuk pada MDGs dengan memastikan keberlanjutan fungsi LH yakni membalik arah kecenderungan hilangnya sumber-sumber LH, mengurangi 50 persen proporsi manusia tanpa akses air minum yang aman dan berkelanjutan, serta mencapai tingkat perbaikan hidup yang jauh lebih baik bagi minimum 100 juta pemukim lingkungan kumuh," katanya.

Dalam `Bali Action Plan` juga telah diproses negosiasi untuk pasca2012, diantaranya melakukan kegiatan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, seperti kekeringan dan banjir.

"Negosiasi lainnta, upaya mereduksi emisi GRK, upaya mengembangkan dan memanfaatkan climate friendly technology, serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi. Tentunya, dengan menetapkan jadwal penyelesaiannya pada tahun 2009," katanya.

Menanggapi tawaran itu, Rektor Unair Prof Dr Fasich mengatakan Unair dengan beberapa program studi yang ada akan senantiasa membuat kajian-kajian dalam menyikapi perubahan iklim tropis.

"Misalnya, kami mengatasi wabah flu burung sebagai bagian lain dari dampak perubahan lingkungan, kemudian kami juga melakukan penelitian-penelitian penyakit yang timbul akibat perubahan iklim itu," katanya.

Selain itu, katanya, Unair juga melakukan kajian terhadap ikan dan sumberdaya alami yang tidak tampak keberadaannya, namun memiliki potensi yang tak ternilai terhadap pembangunan fisik dan psikis manusia, khususnya manusia Indonesia.

"Teknologi pakan ternak yakni konsentrat, pengendalian efek gas buang, dan penemuan enzim alami sebagai pupuk organik telah ditemukan peneliti-peneliti Unair yang diharapkan menunjang usaha perbaikan lingkungan hidup di masa depan," katanya.

WAH
Sumber : Antara

UASBN Berakhir, Siswa SD Lega




Kamis, 15 Mei 2008 | 11:25 WIB

JAKARTA, KAMIS- Puluhan siswa kelas 6 SDN Kelapa Dua Wetan 03 Jakarta merasa lega usai berakhirnya ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN), Kamis (15/5).

Mereka berharap bisa lulus karena standar kelulusan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA yang ditetapkan sekolah hanya 3,00."Soalnya sih nggak susah, tapi tetap saja deg-degan. Soalnya pelajaran UASB kan penentu kelulusan," kata M Rusdi, siswa SDN Kelapa Dua Wetan 03 Jakarta.

Siswa lainnya, Damar Kurniadi, mengaku lega ujian bisa selesai. Ketegangan selama ujian karena pengawas ruangan adalah dua guru dari sekolah lain.Usai bel panjang menandakan UASBN IPA selesai, siswa berdoa bersama di kelas. Mereka mengucap syukur bisa melalui tiga hari UASBN dengan lancar. (ELN)

Ester Lince Napitupulu

Penyelenggaraan UN SMA Tidak Gunakan TPI



Selasa, 16 Desember 2008 | 22:09 WIB

SEMARANG, SELASA - Ujian Nasional 2009 untuk tingkat SMA akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 20-24 April mendatang. Penyelenggaraan UN di tingkat SMA tersebut tidak lagi akan menggunakan tim pemantau independen, seperti yang telah dilakukan pada UN 2008.

Fungsi tim pemantau independen (TPI) tersebut akan digantikan oleh perwakilan dari perguruan tinggi, ujar Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof. Dr Mungin Eddy Wibowo saat sosialisasi Ujian Nasional di Hotel Novotel, Kota Semarang, Rabu (16/12).

Menurut Mungin, penggantian peran TPI oleh elemen perguruan tinggi didasarkan atas pertimbangan bahwa hasil ujian nasional dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi siswa untuk diterima di perguruan tinggi pilihannya. Untuk itu, TPI tetap bertugas memantau ujian nasional yang diikuti oleh SMK, SMA Luar Biasa, maupun SMP, ucap Eddy.

Mungin menambahkan, tanggung jawab perguruan tinggi dalam penyelenggaraan UN adalah m enetapkan tata cara pengawasan UN, menjamin obyektivitas dan kredibiltas pelaksanaan UN di wilayahnya, dan melaksanakan pengawasan UN berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

Selain itu, pihak perguruan tinggi juga akan bertugas untuk memindai dan menyerahkan hasil pemindaian kepada penyelenggara UN di tingkat pusat. Untuk wilayah Jateng, Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang ditunjuk menjadi koordinator perguruan tinggi penyelenggara UN.

Terkait pelaksanaannya, Mungin memperkirakan, peserta UN pada tahun 2009 nanti akan meningkat 10 persen dibanding pada peserta UN tahun 2008.

Pembantu Rektor UNNES Supriadi Rustad mengaku, keterlibatan perguruan tinggi dalam penyelenggaraan UN tahun 2009 nanti tidak akan mengalami hambatan mengingat pengalaman pihak perguruan tinggi dalam mengawasi Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Dengan pengawasan tersebut, pelaksaan UN diharapkan dapat lebih baik dari tahun ini, katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Kunto Nugroho menyambut positif keterlibatan pihak perguruan tinggi dalam penyelenggaraan UN. Untuk itu, ia berharap perguruan tinggi dapat bersikap obyektif dalam pengawasan UN.

Namun, Kunto mengingatkan, pelaksanaan UN harus didukung oleh regulasi yang dapat menjamin tidak ada kepentingan apapun dalam penyelenggaraannya.

Adapun jadwal UN untuk SMP, MTs, dan SMPLB, akan diselenggarakan pada tanggal 27-30 April 2009 dan ujian sus ulannya pada tanggal 4-7 Mei. Sedangkan, jadwal penyelenggaran Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) pada tanggal 11-13 Mei dan susulannya baru dilaksanakan pada tanggal 18,19, dan 22 Mei.

Untuk kriteria lulusan UN, Mungin menuturkan, tidak terdapat perubahan dibanding tahun 2008. Sistem distribusi dan tingkat kesulitan soal juga tidak jauh berbeda dibanding tahun ini, katanya.





Harry Susilo

Ebtanas Dinilai Lebih Baik dari Ujian Nasional



Kamis, 24 April 2008 | 19:33 WIB

YOGYAKARTA, KAMIS - Pengamat pendidikan sekaligus Pengurus Majelis Luhur Taman Siswa, Darmaningtyas, berpendapat ujian kelulusan sekolah dengan sistem Evaluasi Tahap Belajar Nasional atau Ebtanas yang pernah diselenggarakan jauh lebih baik dari Ujian Nasional tahun ini.

"Ebtanas jauh lebih baik karena mengadopsi kualitas sekaligus kelulusan. Untuk lulus (siswa) bisa ditolong dengan nilai Ebta (Evaluasi Tahap Belajar Akhir), tapi yang kualitas tetap nilai murni (Ebtanas), " ujar Darmaningtyas yang dihubungi melalui telepon saat berada di Jakarta, Kamis (24/4).

Untuk Ujian Nasional (UN) sekolah menengah atas yang baru saja rampung, menurutnya banyak memberatkan siswa. Keberatan pertama dari sisi batas kelulusan yang naik menjadi 5,25 dan berlaku untuk seluruh Indonesia. Batas kelulusan ini dinilai tidak sesuai d engan kondisi tiap-tiap sekolah yang ada, di mana satu sekolah dengan lainnya memiliki kualitas siswa yang berbeda.

Untuk sekolah unggulan dan berada di kota misalnya, standar seperti itu jelas tidak memberatkan. Hal ini akan berbeda dengan sekolah-sekolah yang ada di pelosok, yang mana siswanya tidak berkonsentasi penuh untuk belajar. Kondisi ekonomi orangtua acapkali membuat mereka harus ikut terjun membantu mencari nafkah.

Sekolah yang top (unggulan), maka angka 5,25 tidak masalah. Tapi, untuk sekolah swasta yang tidak bermutu akan sangat keberatan. Padahal di sekolah itu banyak orang yang tidak punya. Sehingga orang yang tidak punya ini menjadi korban kebijakan, karena tidak mampu mereka terpaksa sekolah di swasta yang tidak bermutu. Sehingga kesempatan lulus menjadi sulit, katanya.

Mestinya, lanjut Darmaningtyas batas kelulusan siswa ditentukan secara bertingkat. Artinya, batas kelulusan ditentukan berdasar kualitas sekolah, misalnya untuk sekolah unggulan harus lebih tinggi dari sekolah yang kualitas biasa, dan sekolah yang kualitas biasa harus lebih tinggi dari sekolah yang kualitasnya pas-pasan.

Pelaksanaannya tidak sulit, Dinas Pendidikan memiliki data akan hal itu. Setiap tahun kan nada peringkatnya, ujarnya. Menurut dia , cara seperti ini memang akan berpengaruh terhadap kualitas lulusan, namun tidak dibuat seperti inipun keadaan yang ada saat ini sudah mengarah pada kondisi tersebut.

Keberatan kedua dari pelaksanaan UN kali ini, menurut dia adalah diujikannya dua mata pelajaran dalam satu hari. Siswa yang belum pulih rasa terkejutnya akan penambahan tiga mata pelajaran baru (menjadi enam dari semula tiga) bertambah shok ketika tahu harus mengerjakan dua soal.





Defri Werdiono
Sumber : KOMPAS

Ujian Nasional Paket A Diminati Siswa SD




Selasa, 1 Juli 2008 | 14:22 WIB

JAKARTA, SELASA - Sebanyak 10.744 siswa SD yang tidak lulus ujian akhir sekolah berstandar nasional atau UASBN mendaftar untuk ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan atau UNPK Paket A atau setara SD. Lonjakan siswa SD formal ini baru terjadi tahun ini.

Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati di Jakarta, Selasa (1/7), mengatakan, lonjakan peserta UNPK Paket A dari sekolah formal cukup tinggi pada tahun ini. Tahun 2006 ada juga siswa SD yang ikut UNPK Paket A, jumlahnya berkisar 10 persen dari peserta Paket A. Tahun 2007 tidak ada sama sekali.

"Untuk yang UNPK Paket A reguler jumlahnya 60.000 lebih. Peserta dari siswa SD yang enggak lulus UASBN hampir 20 persen dari yang reguler." kata Ella. UNPK Paket A dan Paket B (setara SMP) dilaksanakan pada 1-3 Juli ini. UNPK Paket B diikuti sekitar 560.000 orang.

ELN

Ujian Nasional Dinilai Abaikan Hak Anak




Rabu, 16 April 2008 | 12:05 WIB

JAKARTA, RABU - Kebijakan pemerintah yang menjadikan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) sebagai syarat kelulusan siswa SD dinilai telah mengabaikan hak anak dalam bidang pendidikan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susilahati mengatakan, UASBN sebaiknya hanya dipergunakan untuk memetakan mutu pendidikan tiap sekolah dari masing-masing wilayah tapi tidak menjadi faktor kelulusan. "Jangan itu dijadikan sarana untuk menentukan kelulusan siswa tapi sebagai peta, nggak perlu anak di judge lulus tidaknya," ujarnya sebelum menghadiri acara Debat Publik Membahas Kebijakan Pemerintah tentang UASBN dalam Perpektif Perlindungan Anak di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Rabu (16/4).

Selain Susilahati, hadir sebagai pembicara pada kesempatan itu yakni H A R Tilaar sebagai pemerhati pendidikan, Mohammad Sobari sebagai budayawan dan Mungin Eddy Wibowo dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional.

Susilahati juga mempertanyakan cuma tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dijadikan tolok ukur kelulusan siswa. Padahal, jelasnya, setiap anak memiliki kapasitas berbeda dari segi minat, perkembangan dan bakatnya.

Keputusan untuk mengistimewakan tiga mata pelajaran tersebut akan menimbulkan persepsi dalam diri siswa bahwa tiga mata pelajaran tersebut mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada mata pelajaran-mata pelajaran lainnya.Selain itu, predikat lulus tidak lulus tersebut akan menjudge anak bahwa yang tidak lulus itu bodoh dan yang lulus itu pintar. "Jadi saya melihat hal tersebut akan menyebabkan anak akan menjadi korban kalau UASBN dijadikan syarat kelulusan," ujarnya.

Ia menerangkan di satu sisi pemerintah menggalakkan wajib belajar sembilan tahun. Tapi di sisi lain kebijakan pemerintah melalui UASBN menghambat anak untuk mencapainya. "Kami (KPAI) pernah menanyakan ke anak-anak kalau tidak lulus bagaimana? Jawaban mereka, umumnya tidak mau ulang. Dengan demikian kan wajib belajar sembilan tahun bisa terputus. Kami melihat ada inkonsistensi di sini," ujarnya. (SMS)

SMS

Rabu, 16 April 2008 | 12:05 WIB

JAKARTA, RABU - Kebijakan pemerintah yang menjadikan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) sebagai syarat kelulusan siswa SD dinilai telah mengabaikan hak anak dalam bidang pendidikan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susilahati mengatakan, UASBN sebaiknya hanya dipergunakan untuk memetakan mutu pendidikan tiap sekolah dari masing-masing wilayah tapi tidak menjadi faktor kelulusan. "Jangan itu dijadikan sarana untuk menentukan kelulusan siswa tapi sebagai peta, nggak perlu anak di judge lulus tidaknya," ujarnya sebelum menghadiri acara Debat Publik Membahas Kebijakan Pemerintah tentang UASBN dalam Perpektif Perlindungan Anak di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Rabu (16/4).

Selain Susilahati, hadir sebagai pembicara pada kesempatan itu yakni H A R Tilaar sebagai pemerhati pendidikan, Mohammad Sobari sebagai budayawan dan Mungin Eddy Wibowo dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional.

Susilahati juga mempertanyakan cuma tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dijadikan tolok ukur kelulusan siswa. Padahal, jelasnya, setiap anak memiliki kapasitas berbeda dari segi minat, perkembangan dan bakatnya.

Keputusan untuk mengistimewakan tiga mata pelajaran tersebut akan menimbulkan persepsi dalam diri siswa bahwa tiga mata pelajaran tersebut mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada mata pelajaran-mata pelajaran lainnya.Selain itu, predikat lulus tidak lulus tersebut akan menjudge anak bahwa yang tidak lulus itu bodoh dan yang lulus itu pintar. "Jadi saya melihat hal tersebut akan menyebabkan anak akan menjadi korban kalau UASBN dijadikan syarat kelulusan," ujarnya.

Ia menerangkan di satu sisi pemerintah menggalakkan wajib belajar sembilan tahun. Tapi di sisi lain kebijakan pemerintah melalui UASBN menghambat anak untuk mencapainya. "Kami (KPAI) pernah menanyakan ke anak-anak kalau tidak lulus bagaimana? Jawaban mereka, umumnya tidak mau ulang. Dengan demikian kan wajib belajar sembilan tahun bisa terputus. Kami melihat ada inkonsistensi di sini," ujarnya. (SMS)

SMS

Perpustakaan Harus Langsung di Bawah Kepsek



Jumat, 30 Mei 2008 | 21:40 WIB

YOGYAKARTA, JUMAT - Walaupun sumber daya manusia sudah bagus, untuk maju, perpustakaan sekolah tetap perlu perhatian kepala sekolah. Garis koodinasi perpustakaan harus langsung di bahwa kepala sekolah sehingga urusan pembelian buku, barang, dan inventaris menjadi singkat tanpa birokrasi

Rodatun Widayati, Kepala Perpustakaan Madrasah Aliyah Negeri III Yogyakarta-sekolah yang tahun lalu menyabet juara pertama kategori perpustakaan terbaik-menyampaikan itu dalam Workshop Mengelola Perpustakaan Sekolah di Jogja Expo Center (JEC), Jumat (30/5). Acara itu merupakan rangkaian Kompas Gramedia Fair (KGF) 2008.

"Masih banyak perpustakaan di negeri ini tidak maju karena garis koordinasinya tak langsung di bawah kepala sekolah (kepsek), karena hanya ditempatkan di bawah unit Tata Usaha (TU), atau Bagian Sarana Prasarana (sarpras) sekolah," kata Rodatun.

Dengan garis koordinasi di bawah kepala sekolah, perpustakaan akan mudah berpendapat dan mendapat perhatian. Dari contoh sederhana, misalnya dalam hal pengadaan buku, alat pembersih, pembelian perangkat pendukung, hingga menggelar sejumlah acara.

"Masih saja selalu kita dengar bahwa perpustakaan butuh berbulan-bulan agar usulannya membeli buku terealisasi. Demikian juga untuk beli kain pel. Atau hendak mengadakan acara diskusi. Itu, bagi saya, sungguh memprihatinkan," ujar Rodatun.

Ria Purwiati dari Pusat Informasi Kompas (PIK) yang juga pembicara mengatakan, perpustakaan harus ada kegiatan penunjang seperti diskusi hingga mengundang komunitas. Dari sana, kendala-kendala seperti keterbatasan dana, sedikit ketemu solusinya.

Rustini, peserta seminar yang juga pustakawan SMP 1 Temanggung, Jawa Tengah, mengatakan, pengadaan buku koleksi masih jadi masalah sulit. SDM ada. "Tapi selalu terbentur dana. Ini sepatutnya menjadi pemikiran pemerintah," ujarnya.

PRA

Gaji Guru Non PNS Naik Rp 100 Ribu



Selasa, 9 September 2008 | 14:58 WIB

Laporan Wartawan Persda Network Ade Mayasanto

JAKARTA, SELASA - Kenaikan anggaran pendidikan rangka memenuhi amanat konstitusi dari yang semula Rp 154 triliun menjadi Rp 224 triliun tidak hanya membawa berkah bagi guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). Guru non PNS juga akan mendapat kenaikan gaji sebesar Rp 50-100 ribu. Alokasi anggaran pendidikan disalurkan melalui Depdiknas, Depag, dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

"Guru-guru yang memunuhi persyaratan untuk mendapat tunjangan subsdi fungsional, untuk yang belum sarjana dinaikkan Rp 50 ribu per bulan. Sedangkan yang sarjana Rp 100 ribu per bulan," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (9/9).

Sebelumnya, Bambang mengemukakan, tambahan anggaran pendidikan yang meningkat menjadi Rp 46,1 triliun juga digunakan untuk peningkatan kesejahteraan guru dan dosen. Rata-rata kesejahteraan guru dan dosen akan meningkat 14-15 persen. "Dengan itu guru PNS yang terendah pangkatnya, peningkatan kesejahteraan minimal Rp 2 juta," ujarnya.

Tidak hanya itu, kenaikan anggaran pendidikan juga digunakan untuk penuntasan percepatan wajib belajar sembilan tahun untuk Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan MTs. "Anggaran pendidikan lebih dari 50 persen akan terserap untuk anggaran wajib belajar ini," tukasnya.

Lebih lanjut Bambang menambahkan, tambahan anggaran pendidikan bakal diberikan kepada peneliti dan perekayasa yang berada di luar depdiknas."Kita akan sediakan anggarannya jadi setiap peneliti non PNS bisa melakukan penelitian dan dari situ kesejahteraannya bisa meningkat," sergahnya seraya memastikan, persyaratan terhadap peneliti non PNS akan dirumuskan direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. "Ini karena anggarannya diambil dari dirjen pendidikan tinggi," pungkasnya.

Menyangkut permintaan anggaran pendidikan kedinasan yang diminta Badan Intelijen Negara kepada Depdiknas, Bambang menegaskan, pihaknya telah menyetujui permintaan BIN. "BIN telah melalui permintaan resmi kepada saya, dan saya setujui itu didirikan sebuah PTN, namanya sekolah tinggi inelijen negara dibawah depdiknas, dimana BIN ikut mensupervisi, dan mengawasi penyelanggaraan itu," jelasnya.

Bambang menambahkan, pemerintah akan menerbitkan sebuah peraturan pemerintah untuk pendidikan kedinasan sekaligus Perpres sebagai implementasinya. "Ketentuan ini tentang bagaimana peralihan dibawah departemen, dan menjadi tunduk pada UU sisdiknas," ungkapnya.

Masih dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan, pihaknya menerima tambahan anggaran sebesar Rp 10 triliun. Dana ini akan diberikan kepada guru madrasah, dan rehibilitasi bangunan sekolah. "Semua guru akan mendapat tambahan tapi memang belum rinci. Nanti akan dibicarakan," ujarnya.

ADE

Guru Swasta Dianaktirikan



Rabu, 10 September 2008 | 23:43 WIB

JAKARTA, RABU - Kesejahteraan guru-guru swasta di Indonesia memprihatinkan. Besarnya gaji yang diterima dari yayasan masih jauh dari layak, sedangkan untuk mendapatkan insentif atau tunjangan fungsional dari pemerintah pusat dan daerah terganjal ketentuan mengajar 24 jam per minggu

"Guru swasta itu masih dianaktirikan. Padahal, para guru swasta ini kan punya kewajiban yang sama untuk mengabdi pada negara. Namun, pemerintah tutup mata terhadap kesejahteraan guru swasta yang masih minim," kata Maruli Taufik, Ketua Perkumpulan Guru Karyawan Swasta Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta yang dihubungi, Rabu (10/9).
Pada 2009 nanti, pemerintah merencanakan untuk meningkatkan gaji guru golongan terendah menjadi minimal Rp 2 juta per bulan. Adapun tunjangan fungsional guru swasta non-S1 ditambah Rp 50.000 dan guru S-1 Rp 100.000 per bulan
Menurut Maruli, jika mengandalkan gaji dari sekolah saja, guru swasta mendapatkan jumlah gaji yang jauh dari layak, bahkan di bawah upah minimum provinsi atau kota/kabupaten. Di Yogyakarta, bayaran mengajar di sekolah swasta biasa berkisar Rp 5.000 - Rp 10.000 jam.
"Sekolah swasta itu mengandalkan pemasukan dari siswa. Sementara sekolah swasta sekarang ini banyak yang kekekurangan siswa. Kesejahteraan guru juga terpengaruh karena lokal berkurang, berarti jam mengajar terbatas," kata Maruli.
Pemerintah provinsi DIY dan pemerintah kota memang memberikan tunjangan yang besarnya bisa mencapai Rp 200.000 per bulan atau lebih. Adapun tunjangan fungsional dari pemerintah pusat belum dirasakan semua guru swasta karena sedikit sekali yang bisa memenuhi ketentuan mengajar 24 jam per minggu.
Edi Susanto, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia Kota Padang, mengatakan guru-guru swasta terpaksa mengajar dua bidang studi atau mengajar di sekolah lain untuk bisa memenuhi ketentuan mengajar 24 jam/minggu. Upaya ini ditempuh guru swasta supaya bisa mendapatkan insentif dari pemerintah daerah senilai Rp 100.000/bulan.
"Tapi turunnya insentif juga tidak lancar. Yang kasihan sekolah swasta yang kecil, para guru tidak bisa berbuat banyak karena tidak bisa mengajar sampai 24 jam/minggu," kata Edi.



Ester Lince Napitupulu

Pengangkatan Guru Tidak Terkendali




Selasa, 18 November 2008 | 18:59 WIB

JAKARTA, SELASA - Pengangkatan guru yang tidak terkendali dan terencana sesuai kebutuhan riil menyebabkan persoalan pada 440.000 guru honor di sekolah negeri dan swasta. Untuk itu, pemerintah akan menggodok pemetaan kebutuhan guru secara nasional sehingga sekolah tidak boleh lagi mengangkat guru honor atau guru tidak tetap.

Giri Suryatmana, Sekretaris Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, di Jakarta, Selasa (18/11), mengatakan nasib ratusan ribu guru honor yang diangkat sekolah negeri dan swasta itu tergantung pada pemerintah kabupaten dan kota. Ketika pendidikan masuk dalam otonomi daerah, pengangkatan guru PNS menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.

"Selama ini rekrutmen guru baru tidak terkendali. Satuan pendidikan atau sekolah dengan leluasa mengangkat guru honor. Padahal, sebenarnya secara nasional kita tidak kekurangan guru," kata Giri.

Selain rekrutmen guru yang kacau, kata Giri, penyebaran guru juga bermasalah. Akibatnya, banyak guru yang tertumpuk di kota, sedangkan di pedesaan, terutama di daerah terpencil, sangat kekurangan guru.

Dari penelitian Bank Dunia, rasio guru dan siswa di Indonesia termasuk lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga. "Untuk SD, rasio guru dengan siswa 1 : 20, SMP 1 : 17, dan SMA/SMK 1 : 14. Tetapi, distribusi guru tidak merata dan tidak sesuai bidang studi. Akibatnya, mutu pendidikan kita tetap tertinggal. Jika rasio guru : siswa bisa ditingkatkan jadi 1:25, anggaran untuk gaji bisa dihemat Rp 10 triliun/tahun," jelas Giri.

Mengenai nasib guru honor sekolah saat ini, kata Giri, pemerintah kabupaten/kota perlu memprioritaskan pengangkatan mereka sebagai guru PNS daerah. Apalagi, kebutuhan guru baru ke depannya cukup mendesak untuk menggantikan guru yang pensiun, terutama guru SD inpres. "Tetapi, pengangkatan guru itu harus memenuhi syarat berkualifikasi DIV/S1 dan ikut pendidikan profesi. Begitu jadi guru profesional, pemerintah wajib membayar tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok setara PNS setiap bulannya," kata Giri.

Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, mendukung penataan kembali atau redistribusi guru di setiap daerah. Dalam kasus penempatan guru di daerah terpencil, pemerintah daerah dan pusat diminta untuk memberikan tunjangan guru daerah terpencil yang layak, sehingga banyak guru yang bersedia ditempatkan di daerah sulit itu.

ELN

Hore! Gaji Guru Naik 100 Persen


KOMPAS/KENEDI NURHAN

Selasa, 21 Oktober 2008 | 08:44 WIB

JAKARTA, SELASA - Berbahagialah bagi pahlawan tanpa tanda jasa alias guru dan dosen, nasib mereka berangsur-angsur bersinar lagi. Panitia Kerja (Panja) Belanja Pusat, Panitia Anggaran DPR telah menyetujui kenaikan gaji guru pada 2009 hingga 100 persen.

Bila pendapatan mereka pada tahun ini maksimal 2,4 juta (gol IV/E bersertifikat), maka 2009 bakal mendapatkan gaji sebesar Rp 5,4 juta. Belum lagi tunjangan khusus bagi guru yang berada di daerah terpencil (gurdacil) yang diperkirakan sebesar Rp 5,1 juta. Jadi, perbulannya mereka bakal mendapat gaji di atas Rp 10 juta, kalau tunjangan gurdacilnya juga disetujui.

"Untuk besaran gaji sudah final. Sedangkan tunjangan khusus gurdacil hingga kini besarannya masih diperdepatkan, tetapi usulannya tetap akan dinaikkan yaitu bagi guru di daerah-daerah pedalaman seperti Papua, Maluku dan Kalimantan," kata anggota Panja asal PDI Perjuangan, Rudianto Tjen kepada PersdaNetwork di Jakarta, Senin (20/10).

Lebih jauh, jelas anggota DPR asal Bangka Belitung ini, untuk gurdacil, bila pada 2008 ini kuotanya hanya untuk 20.000 orang gaji, pada 2009 mendatang akan ditambah 10.000 lagi hingga menjadi 30.000 orang guru.

Kenaikan gaji guru ini telah disepakati oleh seluruh anggota Panja Belanja Pusat dan Departemen Pendidikan Nasional. Disebutkan, gaji terendah yaitu untuk guru pegawai negari sipil (PNS) dengan golongan II/B tidak bersertifikat (0 tahun) yang tadinya mendapat gaji sebesar Rp 1,55 juta, akan mememperoleh gaji bulanan Rp 2,07 juta.

Sedangkan gaji untuk guru PNS tertinggi dengan golongan IV/E bersertifikat (0 tahun) yang saat ini digaji Rp 2,43 juta bakal melonjak menjadi Rp 5,42 juta.

Perubahan pendapatan juga bakal dialami oleh guru tetap non PNS. Bila pengajar PNS mendapatkan kenaikan gaji, maka tunjangan fungsional guru tetap non PNS akan naik, untuk yang non S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 250.000, sedangkan yang S1 naik dari Rp 200 ribu menjadi Rp 300.000.

Untuk dosen PNS golongan III/B belum bersertifikat (0 tahun) yang tahun ini gajinya Rp 1,8 juta akan naik menjadi Rp 2,26 juta per bulan. Sedangkan untuk tingkat guru besar, gajinya bakal melonjak besar dari Rp 5,12 juta menjadi Rp 13,53 juta per bulan. "Gaji tersebut sudah termasuk seluruh pendapatan per bulan (take home pay/THP)," ujar Rudianto.

Anggota Komisi X (bidang pendidikan) asal PAN, Yasin Kara menyatakan, kenaikan gaji guru ini sebenarnya sudah diusulkan selama empat tahun berturut-turut. "Kita sudah mengusulkan sejak 2005 lalu, baru tahun depan dinaikkan. Apakah ini karena akan ada Pemilu atau tidak, yang penting perjuangan meningkatkan kesejahteraan guru bisa terlaksana," kata Yasin saat dihubungi melalui ponsel.

Menurutnya, untuk gaji 2009 ini, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar kurang lebih Rp 50 triliun. Anggaran tersebut akan dimasukkan dalam Undang-Undang APBN 2009 yang rencananya disahkan dalam rapat paripurna DPR tanggal 28 Oktober mendatang.

Selain itu, Sekretaris Fraksi PAN ini juga menandaskan, pemerintah harus terus meningkatkan jumlah guru yang bersertifikat. Guru nantinya akan disertifikasi agar memenuhi standar mutu pendidikan nasional.

Saat ini, dari 2,7 orang guru yang ada di Indonesia, baru hanya 300.000 saja yang tersentifikasi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, jelasnya, tahun 2009 ditargetkan jumlah guru yang tersertifikasi berjumlah 1 juta orang guru. "Lambat laut seluruh guru akan tersertifikasi," kata Yasin.

Hendra Gunawan
Sumber : Persda Network

Minim Dana, Pegawai Pun Jadi Guru di Lapas Anak Tangerang


/

Rabu, 19 November 2008 | 10:37 WIB

JAKARTA, RABU — Sejumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Tangerang dan beberapa anggota masyarakat mendapat tugas sebagai guru bagi anak-anak penghuni Lapas yang berusia di bawah usia 15 tahun.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang Haru Tamtomo saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (19/11), mengatakan, dalam memberikan hak pendidikan bagi anak-anak usia sekolah yang sedang menjalani masa tahanan, pihaknya tidak bisa mendatangkan guru karena keterbatasan dana.

"Kami memakai tenaga pegawai Lapas yang punya kemampuan mentransfer ilmu dan memiliki sikap sebagai pendidik. Pegawai Lapas ini jadi guru karena kebutuhan karena sampai saat ini belum ada guru bantu dari Dinas Pendidikan yang ditugaskan di sini," kata Haru.

Sampai saat ini di Lapas Anak Tangerang terdapat 240 tahanan anak berusia di bawah 15 tahun. Karena masih dalam usia sekolah, Lapas Anak Tangerang harus memberikan hak pendidikan kepada para penghuninya. "Pegawai Lapas yang bertugas sebagai guru berjumlah 24 orang. Selain itu, kami melibatkan empat anggota masyarakat untuk membantu kami memberikan pendidikan kepada anak-anak yang terdiri atas seorang psikolog, sarjana agama, sisanya yang menguasai komputer," kata Haru.

Dari 24 pegawai Lapas yang menjadi guru, untuk tingkat sekolah dasar ada 6 orang dan guru sekolah menengah ada 6 orang, sedangkan selebihnya adalah guru kesetaraan Paket C. Di Lapas sendiri saat ini terdapat 27 siswa SD, 22 siswa SMP, dan 58 siswa kesetaraan Paket C.

Lapas Anak Tangerang ini bekerja sama dengan sekolah lain, yakni untuk SD pihak Lapas menginduk pada SD di Kalideres, sedangkan untuk SMP menginduk pada SMP Negeri 2 Tangerang. "Jadi, kurikulum yang kami pakai sama seperti sekolah formal lainnya. Anak-anak di sini juga mengikuti ujian nasional (UN). Tahun kemarin dari 15 siswa SMP yang ikut UN, kesemuanya berhasil lulus UN. Kalau SD, dari 26 anak yang ikut UN, hanya satu yang tidak lulus," ujar Haru Tamtomo.

Tidak semua anak di Lapas bisa mengikuti pendidikan formal karena persoalan motivasi. "Anak-anak di Lapas ini motivasinya memang sangat kurang sehingga guru-guru di sini harus ekstra membangun motivasi. Untuk itu memang perlu pendekatan tersendiri," katanya.

Selain menerima haknya sebagai pegawai Lapas, katanya, para guru di Lapas Anak Tangerang mendapatkan insentif sekitar Rp 20.000 per satu jam per satu mata pelajaran. Rata-rata pegawai Lapas memiliki pengalaman mengajar anak-anak di Lapas sekitar lima tahun lebih. "Bahkan, ada yang sudah menjadi guru di sini 15 tahun dan mereka tidak merasa ada kendala," tuturnya.

Haru Tamtomo mengharapkan, meski pegawai Lapas, guru-guru yang sudah berpengalaman mengajar di Lapas tersebut bisa mendapatkan sertifikasi untuk mendapatkan insentif dari dinas pendidikan. "Insentif ini sifatnya hanya insidental," katanya.

GLO
Sumber : Antara

Guru di Tuban Diawasi CCTV





Kamis, 29 Mei 2008 | 16:39 WIB

Laporan Wartawan Surya, Mujib Anwar

TUBAN, KAMIS - Kemajuan teknologi ternyata tak hanya membantu proses belajar mengajar (PBM), selama berlangsungnya PBM para guru dan siswa juga sekarang diawasi ketat oleh teknologi. Hal ini seperti terjadi di SMAN 1 Tuban.

Di sekolah berstandar internasional (SBI) tersebut, pengawasan terhadap kinerja masyarakat sekolah, mulai guru, siswa, hingga pegawai tata usaha dan administrasi tak hanya diawasi secara manual dengan cara berkeliling melakukan sidak atau berkeliling ke kelas atau ruang yang ada di sekolah untuk memantau kinerja mereka. Tapi cukup dilakukan dengan closed circuit television (CCTV), sebuah kamera pengintai otomatis yang ditempatkan di setiap sudut ruangan.

Kamera khusus inilah yang selalu memonitor keadaan yang ada dalam suatu ruangan selama berlangsungnya kegiatan di sekolah. Hasil sorotannya tersambung dengan sebuah server khusus yang di tempatkan di ruang kepala sekolah (Kasek). Sehingga untuk memonitor apa yang dilakukan masyarakat sekolah, sang kasek cukup melakukannya dari dalam ruangan dengan melihat layar TV 24 inci.

Malah dengan teknologi record yang dimiliki, server yang kapasitasnya 160 giga bisa merekam aktivitas di dalam ruang yang dipasang CCTV meski kasek sedang tak ada di tempat.

Merasa keberadaan dan gerak geriknya selalu diawasi kamera, sejumlah pihak di sekolah mengaku gerah dan keberatan. Meski tak berani menyampaikan secara terus terang, karena kebijakan itu sudah menjadi program sekolah.

Wakil Kasek Bidang Sarana Prasarana SMAN 1 Tuban, Drs Sudarji SH mengatakan saat ini pihaknya telah memasang 16 CCTV di ruang-ruang yang ada di sekolah. Seperti, ruang guru, tata usaha, bimbingan konseling, evaluasi, lab komputer, teacher research room center (TRRC), dan ruang kelas.

Khusus untuk ruang kelas, baru sembilan yang dipasangi CCTV. Semuanya di pasang di ruang siswa kelas kelas XII. “Pemasangan CCTV dan semua instalasi yang diperlukan kami lakukan Januari lalu. Tapi inisiatifnya sudah sejak 2006,” ujarnya kepada Surya, Kamis (29/5).

Meski baru lima bulan CCTV tersebut digunakan, tapi terobosan yang dilakukan sekolah favorit di Tuban tersebut adalah yang pertama dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan. Karena hingga kini belum ada satupun sekolah di Jatim yang memasang alat canggih itu di hampir semua ruangan yang ada di sekolah.

Sekolah yang dikatakan favorit di Jatim, misalnya SMAN 5 Surabaya dan SMAN 3 Malang juga belum melakukannya. Demikian juga dengan sejumlah sekolah asing berstantar internasional di Surabaya. Tak hanya sekolah, perguruan tinggi juga belum menerapkan hal itu. ITS Surabaya yang tersohor sebagai kampus teknik terdepan di Jatim juga belum melakukannya.

Menurut Sudarji, pemasangan 16 CCTV adalah bentuk upaya lembaganya memaksimalkan pengawasan melekat (waskat) terhadap semua komponen yang ada di sekolah. Tujuannya, agar guru dan pegawai makin meningkatkan kinerjanya. Sementara siswa diharapkan bisa belajar lebih baik. “Jadi tak benar, kalau ada yang mengatakan CCTV tersebut untuk intelejensi dan mengawasi setiap gerak-gerik guru, siswa, dan pegawai,” jelas guru Kesenian dan Budaya ini.

Malah semua pihak, kata Sudarji menyambut baik pemasangan CCTV yang menelan anggaran komite sekolah sebesar Rp 15 juta, di mana satu kamera harganya sekitar Rp 800 ribu. Dan ketika proses sosialisasi, tak ada satupun guru yang menolak program terobosan itu. “Semua bisa menerima,” tegasnya.

Bahkan selama pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) untuk siswa SMA April lalu, keberadaan kamera CCTV tersebut sangat membantu tugas pengawas, tim pemantau independen, dan sekolah memantau dan mengawasi kejujuran siswa dalam mengerjakan soal Unas yang diujikan.

Untuk itulah, pihak sekolah, kata guru yang sudah mengajar di SMAN 1 Tuban sejak 1987 tersebut, pada 2009 nanti berencana menambah 16 CCTV lagi untuk ditempatkan di ruang belum ada CCTV. Ke-14 CCTV akan ditempatkan di ruang yang ditempati kelas X dan XI. Dua kamera sisanya ditempatkan di luar ruangan.

Khusus dua kamera yang ditempatkan di tempat tersembunyi untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan pada siswa. Misalnya, jangan sampai membuang sampah di sembarang tempat.

Meski demikian, seorang guru kelas XII kepada Surya mengaku dirinya sebenarnya keberatan dengan pemasangan CCTV di dalam ruang kelas. Karena semua aktivitas dan gerak-gerik selama berlangsungnya PBM di kelas diawasi terus menerus, bahkan direkam. “Kesannya seakan-anak sekolah sudah tak percaya lagi kepada guru dan siswa,” tegasnya.

Menurutnya, tidak masalah kalau pihak sekolah mengawasi semua komponen yang ada di sekolah. Karena hal itu sudah semestinya dilakukan. “Tapi jangan terlalu masuk pada hal-hal yang sifatnya privat dan pribadi,” imbuhnya.

Fifi Endah Afriani dan Danny Pramudita, dua siswa kelas X mengaku menyambut baik keberadaan CCTV di sekolahnya. Menurut keduanya, dengan terus diawasi kamera, para siswa yang ingin bertindak neko-neko tak bisa lagi.

Mereka lantas mencontohkan kegunaan CCTV yang dipasang di lab komputer. Karena ada memonitor, siswa, kata Fifi dan Danny tak bisa membuka situs dan gambar porno. “Kalau tak diawasi kamera CCTV, mungkin masih bisa curi-curi kesempatan untuk melihat situs porno,” jelas keduanya.

DKI Akan Rehabilitasi 65 Persen Gedung Sekolah




Selasa, 3 Februari 2009 | 17:02 WIB

JAKARTA, SELASA — Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, Bidang Sarana dan Prasarana Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan merehabilitasi 321 gedung sekolah SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN. Jumlah ini jauh dari yang diusulkan pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta kepada DPRD.

Dalam jumpa pers di balai kota, Selasa (3/2), Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pemprov DKI Jakarta Didi Sugandi mengatakan, ke-321 gedung sekolah ini terbagi dalam 3 tipe rehabilitasi. Yakni rehab total sebanyak 19 sekolah, rehab sedang 10 sekolah, dan rehab berat 229 sekolah.

"Data rekapitulasi gedung sekolah yang diusulkan sebesar 497 gedung, 321 gedung dikerjakan tahun ini dan sisanya 179 gedung sekolah belum masuk target rehab tahun ini," katanya. Pada rehab total realisasi anggaran mencapai sekitar Rp 233 miliar dan rehab berat sebanyak Rp 348 miliar, sementara Didi tidak merinci besaran untuk rehabilitasi sedang.

Adapun kriteria sebuah sekolah masuk rehab total adalah umur bangunan lebih dari 30 tahun, tingkat kerusakan lebih dari 65 persen, tidak memilik ruang penunjang serta konstruksi belum standar, masih menggunakan bahan kayu yang sudah rapuh, dan konstruksi bangunan tidak dapat dipertahankan.

Untuk jenis rehabilitasi berat, kriterianya mencakup tingkat kerusakan di atas 45-65 persen dan tidak rawan banjir setiap musim hujan. Adapun untuk rehab sedang, tingkat kerusakan hanya berada pada kisaran 20-45 persen, atap menggunakan baja ringan dan dalam kondisi baik serta pada umumnya kerusakan hanya di pintu dan jendela.

Ujang Arifin, Kepala Sekretariat Dinas Pendidikan DKI Jakarta, yang ikut mendampingi Didi menjelaskan bahwa gedung sekolah yang ada pada saat ini 46,60 persen di antaranya belum dilengkapi sarana penunjang pendidikan. Padahal, ketentuan sarana penunjang sudah diatur Permendiknas No 24/2008.

"Permendiknas mengatur standar sarana prasarana sebuah gedung sekolah yang di dalamnya memuat 7 ruang sarana penunjang. Kenyataan di lapangan, 820 gedung belum dilengkapi sarana penunjang," ujarnya. Jumlah tersebut, diungkapkan Ujang, terdiri dari 660 SDN, 105 SMPN, 28 SMAN, dan 16 SMKN.

Kondisi di lapangan juga memberikan kenyataan bahwa 18 persen gedung dalam kondisi ambruk, 22, 2 persen kondisi rusak berat, dan 13 persen kondisi rusak sedang.

C2-09

Banyak Tawaran untuk Menampung Siswa SMP/SMA Labschool




Rabu, 30 Juli 2008 | 15:50 WIB

JAKARTA, RABU - Dengan kerja keras petugas, api yang melalap Kompleks IKIP Rawamangun berhasil dijinakkan. Namun yang perlu dicarikan solusi adalah bagaimana melanjutkan proses belajar para siswa.

Akibat kebakaran, Rabu (30/7) siang itu, SD Negeri Percontohan dan Gedung SMP/SMA Labschool luluh lantak dan menyisakan bangunan hangus. Dengan begitu gedung itu tidak akan bisa digunakan lagi. Lalu ke mana para hampir 2.000 siswanya bisa belajar. Di SD Percontohan ada 957 siswa, sedangkan di SMP/SMA terdapat sekitar 700 siswa.

Menurut Wakil Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, Saifullah, pihaknya dan pengelola sekolah itu akan mencarikan tempat baru agar para murid bisa melanjutkan belajar. "Bagaimana pun proses belajar siswa tidak boleh terhenti, sehingga harus dicarikan tempat pengganti," kata Saifullah.

Arief Rachman, mantan kepala SMA Labschool, mengatakan tawaran sudah datang dari SD Jatinegara Kaum untuk menampung siswa SD. Sedangkan siswa SMP/SMA akan ditampung di Yayasan Diponegoro pimpinan Arief. "Yang penting anak-anak punya tempat sementara untuk belajar, sambil menunggu perbaikan gedung," kata Arief yang juga pengamat pendidikan itu.(Valens)


Sumber : SONORA

Singapura Buru Siswa Brilian asal Indonesia



Senin, 20 April 2009 | 04:59 WIB

SINGAPURA,KOMPAS.com-Indonesia kurang memberikan perhatian kepada siswa-siswa brilian, termasuk para juara olimpiade internasional. Pemerintah hanya memberikan fasilitas masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes dan siswa bersangkutan dijanjikan akan diberikan beasiswa.

Singapura justru lebih agresif dengan memburu siswa-siswa brilian ke sejumlah sekolah di Indonesia lewat agennya yang tersebar di sejumlah kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Di Jakarta, siswa genius yang diincar antara lain yang bersekolah di SMAN 8, SMAN 28, SMAK 1 BPK Penabur, Santa Ursula, dan Kanisius.

Selain menawarkan kuliah di perguruan tinggi terkemuka di Singapura, siswa-siswa brilian juga dijanjikan fasilitas yang menggiurkan.

Selain beasiswa, siswa cerdas juga ditawari subsidi biaya kuliah (tuition grant) dari Pemerintah Singapura sebesar 15.000 dollar Singapura (sekitar Rp 112,5 juta per tahun) atau pinjaman bank tanpa agunan untuk biaya kuliah. Jika siswa mengambil pinjaman bank, cicilan pinjamannya dibayar setelah mereka bekerja.

Setidaknya 250-300 siswa brilian asal Indonesia setiap tahun berangkat ke Singapura untuk kuliah di perguruan tinggi top kelas dunia. Mereka kuliah di Nanyang Technological University, National University of Singapore, dan Singapore Management University.

Sekretaris I Bidang Informasi, Sosial, dan Budaya Kedutaan Besar Indonesia untuk Singapura GH Mulyana mengatakan, dari total pelajar dan mahasiswa Indonesia di Singapura sebanyak 18.341 orang, sekitar 5.448 orang di antaranya sedang mengambil S-1, S-2, dan S-3 di berbagai program studi.

Ditawari beasiswa

Sejumlah siswa peraih olimpiade internasional di Tanah Air mengaku didatangi perwakilan dari Nanyang Technological University sejak 2008. Perguruan tinggi tersebut menawarkan bebas tes masuk, beasiswa pendidikan, dan ikatan kerja selama tiga tahun di perusahaan Singapura.

Adapun dari Pemerintah Indonesia, mereka baru mendapat pemberitahuan dari Departemen Pendidikan Nasional pada awal 2009 untuk mengirimkan data dan pilihan perguruan tinggi yang diinginkan.

”Baru dibilang ada fasilitas bebas tes masuk PTN, tapi beasiswa masih belum tahu,” kata seorang siswa juara olimpiade tingkat Asia dan internasional.

Peserta Olimpiade Kimia Internasional 2006, Adhi Kurnianto, memutuskan belajar di Singapura setelah tim dari Nanyang Technological University datang dan melakukan presentasi di sekolah lamanya di SMAK 1 BPK Penabur Jakarta.

Wahyu Saputra dari SMA Sutomo Medan, yang pernah mengikuti Olimpiade Matematika Tingkat Provinsi Sumatera Utara, belajar Kimia dan Biomolekuler di Nanyang Technological University dengan tuition grant.

Pascal Gekko, peraih medali emas bidang komputer SMA pada Olimpiade Sains Nasional, memutuskan untuk masuk National University of Singapore. Ia mengatakan, universitas-universitas di Singapura jauh lebih agresif dalam menawarkan kesempatan kepada siswa berprestasi ketimbang perguruan tinggi negeri di Tanah Air.

Seleksi sangat ketat

Untuk kuliah di Singapura, ketiga perguruan tinggi tersebut melakukan seleksi sangat ketat. ”Universitas kami hanya menerima mahasiswa terbaik,” kata Director Office of Admissions National University of Singapore R Rajaram.

Universitas yang masuk peringkat ke-30 dunia dalam pemeringkatan Times Higher Education 2008 tersebut

menerima sekitar 6.500 mahasiswa baru setiap tahun, dengan 20 persen di antaranya mahasiswa internasional.

Mahasiswa baru asal Indonesia berjumlah 80-100 orang per tahun. Menurut Rajaram, pelajar dari Indonesia termasuk populasi terbesar setelah China dan Malaysia.

Di Nanyang Technological University, yang termasuk peringkat ke-77 dalam daftar Times Higher Education 2008, setiap tahun ada 100-150 mahasiswa baru asal Indonesia.

”Seleksi biasanya dilakukan di sejumlah kota di Indonesia,” kata Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Nanyang Technological University Budi Raharjo Santoso.

Singapore Management University juga menerima banyak mahasiswa asal Indonesia. ”Calon mahasiswa baru diseleksi dan diwawancara,” kata Abel Sim, Assistant Director Office of Undergraduate Admissions Singapore Management University.

Jika lolos seleksi, menurut Rajaram, calon mahasiswa asing semuanya ditawari tuition grant dari Pemerintah Singapura yang besarannya sekitar 15.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 112,5 juta per tahun.

”Sebagai balasan, mereka diharapkan bekerja untuk perusahaan yang terdaftar di Singapura atau perusahaan Singapura di seluruh dunia. Yang diminta bukan uang ganti rugi, tetapi kontribusi terhadap pembangunan di Singapura,” ujarnya.

Sisa biaya yang harus ditanggung mahasiswa internasional sekitar 9.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 67,5 juta. Itu pun mahasiswa tidak perlu bingung. Mereka dapat mengajukan tuition loan atau pinjaman ke bank yang juga berlokasi di kampus.

Pinjaman tidak dikenai bunga selama masih berkuliah. Setelah lulus, mereka masih diberikan waktu enam bulan untuk mencari pekerjaan dan setelah itu baru bunga pinjaman dihitung. Waktu pembayaran pinjaman bisa mencapai 20 tahun.

”Guarantor-nya tidak perlu orangtua atau saudara. Yang penting kenal. Mudah sekali,” kata seorang mahasiswa asal Indonesia yang mengambil skema tuition grant dan tuition loan.

Aksi Singapura merekrut mahasiswa brilian bukan hal baru. Mengutip artikel ”Singapore’s Failing Bid for Brainpower” yang dipublikasi Far Eastern Economic Review terbitan Oktober 2007, Singapura menargetkan merekrut 150.000 mahasiswa asing hingga tahun 2015. Ambisi itu bagian dari cepatnya pertumbuhan globalisasi pendidikan.

Tri Turtury Meswary, Assistant Manager Education Services Eastern Indonesia-International Operation, mengatakan, tren melanjutkan pendidikan strata satu ke Singapura meningkat 10-15 persen setiap tahun.

Direktur Pembinaan SMA Departemen Pendidikan Nasional Sungkowo Mudjiamanu, Minggu (19/4), mengatakan, pemerintah sudah berupaya memberikan apresiasi terhadap siswa cerdas berprestasi.

Anak yang berprestasi dalam arti memperoleh medali emas, perak, dan perunggu, di berbagai olimpiade keilmuan di level nasional dan masih duduk di bangku SMA diberikan beasiswa Rp 3,6 juta per tahun mulai tahun 2009. ”Angka itu sudah jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya Rp 65.000 per bulan,” ujarnya.

Pengamat pendidikan dan pengajar di Universitas Negeri Jakarta, Lodi Paat, mengatakan, siswa tidak bisa disalahkan saat akan belajar dan bekerja di Singapura dengan fasilitas Pemerintah Singapura.

”Yang salah Pemerintah Indonesia karena tidak bisa memberikan fasilitas pendidikan dan pekerjaan yang layak untuk mereka,” kata Lodi Paat.

Direktur Institute of Education Reform Universitas Paramadina Hutomo Dananjaya mengatakan, pemerintah sering mengeluh kualitas sumber daya rendah, tetapi justru anak-anak genius ”dibajak” negara lain. (INE).


Sumber : Kompas Cetak

Siswa SMPN 2 Kebomas Ciptakan Pestisida Organik



Minggu, 10 Mei 2009 | 13:46 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Adi Sucipto

GRESIK, KOMPAS.com — Siswa SMP Negeri 2 Kebomas Gresik menciptakan pestisida organik dengan merek Dua Kebo. Pestisida hasil formulasi siswa itu dikemas dalam jiriken ukuran 2 liter. Para siswa cukup terampil membuat pestisida ramah lingkungan itu, termasuk soal komposisi dan indikasinya hingga mempromosikannya.

Kepala SMPN 2 Kebomas Yudo Siswanto, Minggu (10/5), menyatakan, dasar pembuatan pestisida organik ini karena siswa prihatin pada tanaman yang daunnya berlubang bahkan ada yang mati diserang ulat.

Sebagai sekolah Adiwiyata, setiap siswa SMPN 2 Kebomas mempunyai tanggung jawab pada tanaman yang ada. Di area sekolah tumbuh 10.059 tanaman yang terdiri dari 215 jenis. "Tanaman tumbuh subur karena dipupuk dengan pupuk buatan siswa. Siswa juga mahir membuat pupuk cair dan memproses kompos sendiri," ujar Yudo.

Atas keprihatinan serta rasa sayang terhadap tanaman, maka dicarilah formula pestisida yang ramah lingkungan. Menurut Yodo, dirinya melarang siswa menyemprotkan racun (pestisida non organik) di lingkungan sekolah. Dengan bantuan beberapa guru pembimbing serta menggali referensi dari buku, literatur dan informasi dari internet, maka dibuatlah pestisida organik cap Dua Kebo yang bahannya didapat dari halaman sekitar sekolah.

Yudo menjelaskan, siswa SMPN 2 Kebomas mahir membuatnya. Mereka bisa memblender jahe, lengkuas, kencur, kunyit, temulawak, temuireng, masing-masing sebesar ibu jari. Bahan itu dicampur bawang putih, bawang merah, sereh, daun mindi/mimba, dan brotowali.

Setelah diblender lalu ditambah bahan lain. Menurut Aisyah, kemasan pestisida organik buatan siswa setiap jiriken isi dua liter dijual Rp 17.000. Karya para siswa itu diluncurkan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei lalu.

Guru lingkungan hidup SMPN 2 Kebomas Ramelan menyatakan, produk tersebut telah diujicobakan hasilnya dengan cara menyemprotkan produk tersebut ke ulat pohon yang langsung mati. Pemakaian pestisida tersebut harus dicanpur air dengan perbandingan 1:100.

Pestisida organik itu sementara dipasarkan untuk kalangan sendiri. Tujuan awal hanya memebri pembelajaran siswa tentang cinta tanaman, cinta lingkungan sehat serta memotivasi siswa. "Tidak menutup kemungkinan produk itu dijual keluar kalau ada pihak lain yang membutuhkan. Namun sampai saat ini kami belum menentukan harga nominal pemasaran," kata Ramlan.

Kegiatan siswa itu merupakan bagian dari kegiatan cinta lingkungan. Siswa kelas VII SMPN 2 Kebomas, Oni Cita, menyatakan, di sekolah itu dibentuk Tim Enviromentalis Club yang terdiri dari lima kegiatan, yakni empat sehat lima sempurna; jurnalistik; composting, sanitasi dan drainase; pembibitan; dan kreatif anorganik.

Tim empat sehat lima sempurna memantau kantin dan usaha kesehatan sekolah (UKS), tim jurnalistik mewancarai narasumber dan siaran di radio pendidikan milik sekolah. Tim sanitasi dan got membersihkan got dan saluran buntu. Tim pembibitan memantau tanaman kering dan layu untuk dikarantina atau diganti tanaman baru serta menyiapkan pestisida organik, dan tim kreatif anorganik membuat kerajinan dari bahan daur ulang sampah.

Bukan itu saja, siswa juga melakukan ekspedisi ke Bukit Hollywood sekitar 800 meter dari sekolah. Mereka mendata jenis tanaman obat langka yang ada di sana dan memberikan rekomendasi penyelamatannya. " Yang pasti, setiap peringatan hari besar selalu ada kegiatan bernuansa lingkungan," kata Oni.

451 Siswa SD-SMA/SMK di Kota Yogya Dapat Beasiswa



Rabu, 14 Januari 2009 | 19:16 WIB

YOGYAKARTA, RABU — Sebanyak 451 siswa SD-SMA/SMK di Kota Yogyakarta, Rabu (14/1), menerima beasiswa prestasi akademik Jaminan Pendidikan Daerah dengan nilai Rp 300.000-Rp 700.000 tiap anak. Mereka adalah siswa kurang mampu pemegang kartu menuju sejahtera (KMS) yang mencapai 177 anak dan sisanya nonpemegang KMS.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Asrori mengatakan, beasiswa diberikan kepada siswa dari 45 kelurahan. Ada 16 siswa untuk setiap kecamatan yang memperoleh beasiswa, masing-masing terdiri atas 4 siswa tiap jenjang pendidikan.

Jumlah dana yang diberikan untuk program ini mencapai Rp 212 juta, dari keseluruhan Rp 360 juta yang tersedia. Adapun jumlah siswa yang menerima beasiswa mencapai 62,63 persen dari 720 siswa yang ditentukan, katanya.

Menurut Budi, tujuan utama beasiswa ini adalah mendorong siswa untuk makin meningkatkan kemampuan akademik sehingga mereka bisa kompetitif dalam memasuki sekolah yang lebih tinggi. Adapun mekanisme pemilihan calon penerima dilakukan oleh tim seleksi di masing-masing kelurahan. Setelah menjaring siswa, tim ini melakukan perangkingan baik terhadap siswa pemegang KMS maupun non-KMS, untuk selanjutnya datanya diajukan ke Dinas Pendidikan.

Kurang mampu

Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan, pihaknya tidak ingin siswa mapan saja yang diakui prestasinya, tetapi juga anak-anak kurang mampu yang saat ini memegang KMS. Selama ini masih ada pandangan minor bahwa anak-anak kurang mampu dianggap tidak bisa berprestasi.

"Keterbatasan (dana) tidak harus membuat kita terbatas prestasinya. Orang menjadi besar bukan karena dia memiliki sesuatu, tetapi karena dia memiliki cita-cita awal yang kemudian diwujudkan," katanya di depan penerima beasiswa di Balaikota.

Pada kesempatan ini Herry ingin agar para orangtua benar-benar memerhatikan biaya pendidikan bagi anaknya, terutama dana untuk meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Menjadi komitmen pemerintah kota (pemkot) bahwa bahwa anak-anak Kota Yogyakarta minimal harus lulus SMA. Untuk itulah, pemkot berencana membuat program tabungan wajib pendidikan yang akan dimulai pada tahun ajaran baru mendatang.

Menurut Herry, tabungan wajib pendidikan itu akan diatur dalam peraturan wali kota. Biasanya orangtua lupa dengan biaya sekolah anak-anaknya. "Dengan tabungan wajib yang dikumpulkan melalui sekolah maka orangtua akan bisa menyisakan uang untuk kuliah anaknya," kata Herry.

Defri Werdiono

Perjuangan Siswa untuk Lulus..




Minggu, 19 April 2009 | 21:36 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Harry Susilo

KOMPAS.com-"Posisi gennya bisa diacak ya pak ?" Pertanyaan itu dilontarkan Akhsanul Niam (18), dengan mimik serius. Sriyadi (23), sang pengajar mata pelajaran Biologi, lalu menjawabnya dengan penjelasan singkat tentang mutasi gen dan kromosom.

Selain berbagai sahutan pertanyaan, suasana kelas di Bimbingan Belajar Ganesha Operation, Jalan Veteran, Kota Semarang, Minggu (19/4), itu cukup tenang. Ruang itu hanya diisi empat siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional pada Senin (20/4) ini.

Keempat siswa tampak antusias mengikuti materi selama 3 jam tersebut. "Ini hanya pemantapan materi saja, untuk mata pelajaran yang diujikan Senin ini," ujar Sriyadi yang mendapatkan bingkisan berisi kue sobek dari keempat siswanya seusai materi.

Akhsanul Niam (18), siswa Kelas XII IPA 5 SMA Negeri 4 Kota Semarang, mengaku mengikuti materi tambahan tersebut agar bisa mengulas soal-soal UN tahun lalu dan uji coba (try out) dari bimbingan belajarnya.

Para siswa memang sedang berjuang menyiapkan diri untuk pelaksanaan UN. Selain mengikuti materi di bimbingan belajar, mereka juga mendapatkan pelajaran tambahan di sekolah, kemudian belajar lagi di rumah, baik secara berkelompok maupun sendiri. "Setidaknya butuh waktu enam jam sehari untuk belajar diluar sekolah," ujar Rahmaan Innash (18), siswa kelas XII SMAN 4 Kota Semarang.

Titis Putri (18), siswa Kelas XII IPA SMAN 3 Semarang, bahkan mengikuti les privat di rumahnya agar bisa belajar dengan lebih efektif. "Saya sudah mulai sejak awal kelas XII," kata Titis yang mengaku masih gugup menghadapi UN.

Kurangi tidur

Dengan padatnya waktu untuk belajar, mereka pun mengurangi waktu bermain, beraktivitas, dan bahkan waktu tidur. "Biasa kalau tidur bangun pukul 05.00, demi belajar UN saya harus bangun pukul 02.00," kata Innash.

Tak jarang, usaha mati-matian yang ditempuh siswa tersebut sering kali tidak memperhitungkan kemampuan fisik. "Saya pernah sakit karena kelelahan. Akhirnya butuh istirahat selama dua hari," ujar Indyashadi Satya (18), siswa kelas XII lainnya.

Padahal, semua hal tersebut mereka lakukan demi lulus UN. Untuk itu, persiapan fisik dan mental pun akhirnya diperhitungkan selain penguasaan materi. "Menjelang UN ini, sebelum tidur saya pasti minum madu agar pikiran tenang," ujar Niam.

Namun, berbagai persiapan tersebut perlu dilakukan siswa berdasarkan inisiatif pribadi, walaupun membutuhkan dukungan keluarga, guru, dan lingkungannya. "Soalnya, kita sendiri kan yang butuh lulus," kata Indyashadi menimpali.

Selain persiapan pribadi, pihak sekolah juga mengadakan berbagai kegiatan untuk memompa kepercayaan diri siswa dengan mengundang motivator dan melakukan doa bersama. " Kegiatan ini diharapkan dapat menguatkan mental siswa agar terlepas dari rasa kekhawatiran yang berlebihan," ujar Kepala SMAN 3 Kota Semarang Soedjono.

Di Kota Semarang, UN untuk SMA, MA, dan SMA Luar Biasa akan diikuti 13.168 siswa, sedangkan peserta dari SMK mencapai 9.496 siswa. Dinas Pendidikan Kota Semarang menargetkan tingkat kelulusan UN tahun 2009 melampaui 90 persen.

"Target ini naik dari tingkat kelulusan tahun lalu yang mencapai 89 persen,"kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Akhmat Zaenuri.


Senin, 20 April 2009

Beasiswa Bagi Siswa Miskin SD Diperbanyak





Senin, 15 September 2008 | 19:35 WIB

JAKARTA, SENIN - Pemberian beasiswa bagi siswa miskin di jenjang Sekolah Dasar pada 2009 diperbanyak hingga mencapai 2,2 juta siswa. Peningkatan jumlah penerima beasiswa sekitar tiga kali lipat dari tahun 2008 ini sebagai upaya untuk membuat anak-anak yang rawan putus sekolah karena alasan ekonomi tetap dapat menikmati layanan pendidikan dasar di bangku sekolah.



"Beasiswa ini untuk membantu anak-anak SD dari keluarga miskin supaya tetap bisa bersekolah. Bisa juga siswa yang putus sekolah kembali lagi ke SD," kata Mudjito, Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Departemen Pendidikan Nasional, di Jakarta, Senin (15/9).



Menurut Mudjito, bantuan pemerintah pusat untuk wajib belajar 9 tahun seperti bantuan operasional sekolah (BOS) sebenarnya bisa membuat siswa tidak lagi dipusingkan dengan berbagai pungutan di sekolah. Untuk itu, pemerintah daerah harus mendukung dengan tambahan bantuan operasional dari APBD sehingga sekolah gratis bisa terwujud bagi semua siswa.



Pada 2008, alokasi beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD senilai Rp 360.000/siswa/tahun diberikan kepada 690.000 siswa di seluruh Indonesia. Beasiswa yang dikirimkan lewat pos langsung kepada siswa itu bisa dipakai untuk biaya personal seperti pembelian baju seragam, alat tulis, buku, atau transportasi.



Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada 2009, salah satunya dialokasikan untuk peningkatan beasiswa bagi siswa miskin dari masyarakat umum menjadi 1.796.800 siswa dengan nilai Rp 360.000/siswa/tahun. Selain itu, ada bantuan pendidikan anak PNS golongan I dan II serta Tamtama TNI/POLRI untuk 405.338 siswa sebesar Rp 250.000/siswa/tahun.



Dewi Asih Heryani, Kepala Subdirektorat Kesiswaan Direktorat TK dan SD Depdiknas, menjelaskan beasiswa senilai Rp 748 miliar lebih itu dialokasikan ke semua pemerintah provinsi. Pembagian diprioritaskan untuk anak-anak miskin yang rawan putus sekolah.



Saat ini sebanyak 841.000 siswa SD atau 2,90 persen dari total murid SD/MI sekitar 28,1 juta putus sekolah. Pada akhir 2008 ini ditargetkan tidak ada lagi anak usia SD yang tidak menikmati layanan pendidikan dasar.

ELN

42.302 Siswa Akan Ikuti UN dan UASBN di Magelang


KRISTIANTO PURNOMO


Jumat, 27 Februari 2009 | 18:56 WIB
Laporan wartawan Regina Rukmorini

MAGELANG, JUMAT — Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) di Kabupaten Magelang akan diikuti oleh 42.302 siswa. UASBN akan diikuti oleh 20.006 siswa SD, sedangkan peserta UN terdiri dari 15.188 siswa SMP, dan 7.108 siswa SMA.

Ketua Panitia UN dan UASBN Kabupaten Magelang Haryono mengatakan, UN dan UASBN dijadwalkan berlangsung pada April dan Mei 2009. Selain jumlah peserta, Dinas Pendidikan Kabupaten Magelang saat ini juga sudah mendata kebutuhan ruangan. UASBN nantinya akan dilaksanakan memakai 1.382 ruangan, UN bagi SMP akan dilaksanakan di 861 ruangan, sedangkan untuk SMA, di 410 ruangan.

Mendekati tanggal pelaksanaan, Haryono mengatakan, pihaknya juga sudah mengimbau para kepala sekolah untuk segera mengadakan pelajaran tambahan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian.

"Dalam pemantauan kami di lapangan, sebagian besar sekolah ternyata juga sudah mulai memberikan pelajaran tambahan sejak Januari lalu," terangnya, Jumat (27/2).

Di tingkat SD dan SMP, berbagai kegiatan persiapan menghadapi ujian di sekolah dapat dibiayai dari dana biaya operasional sekolah (BOS). Namun, hal serupa tidak dapat dilakukan di SMA dan SMK.

Karena memang tidak mendapat kucuran dana BOS, maka SMA dan SMK dapat menarik biaya tambahan dari orangtua murid untuk membiayai kegiatan persiapan ujian. "Namun, agar tidak memberatkan, maka nominal besaran iuran tersebut harus dibicarakan dan disepakati oleh para wali murid terlebih dahulu," paparnya.

Tahun ini, UN akan terasa lebih berat karena standar kompetensi lulusan (SKL) bagi siswa SMP dan SMA meningkat dibanding tahun 2008. Jika sebelumnya ditetapkan nilai rata-rata dari mata pelajaran yang diujikan 5,00 maka pada tahun ini menjadi 5,50. Tahun ini, nilai dua minimal untuk dua mata pelajaran adalah 4,00 dan nilai minimal untuk mata pelajaran yang lainnya, 4,25.

Khusus untuk SD, SKL ditetapkan oleh masing-masing sekolah sendiri. Dalam hal ini, sekolah harus patuh pada komitmennya sendiri. "Jika ada siswa yang meraih nilai di bawah standar, mereka pun harus berani untuk tidak meluluskannya," ujarnya.

Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan SMA Negeri 1 Kota Magelang Tatak Setyono mengatakan, saat ini, siswa-siswi kelas tiga di masing-masing kelas sudah membuat kelompok belajar sendiri-sendiri. Dalam kelompok itu, mereka bebas memutuskan untuk mempelajari mata pelajaran apa yang paling tidak dikuasai dan juga dapat memilih guru pendamping yang diinginkan.

"Kelompok belajar siswa tersebut akan belajar bersama gurunya pada jam-jam tertentu yang mereka sepakati bersama di luar jam pelajaran di sekolah," ujarnya.







5000 Tenaga Honorer Datangi Gedung DPR


KRISTIANTO PURNOMO

Senin, 25 Februari 2008 | 09:47 WIB

JAKARTA, SENIN - Ribuan orang yang tergabung dalam Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) mendatangi Kompleks Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (25/2). Untuk kesekian kalinya mereka meneriakkan pengangkatan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Koordinator Lapangan (korlap) Nurdi mengatakan, hampir 5000 guru akan bergabung di depan Gedung DPR untuk menyuarakan aspirasi mereka. Saat ini, telah berkumpul lebih dari 1000 orang peserta aksi. Namun menurut Nurdin, 10 bis asal Semarang dan Surabaya akan segera tiba.

Dengan menggunakan beragam atribut, diantaranya pita kecil berwarna merah, dan ikat kepala putih bertuliskan "FTHSNI", para tenaga pendidik ini duduk bersila tepat di depan gerbang pintu Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Beberapa orator, secara bergantian meneriakkan orasi mereka melalui sebuah pengeras suara.

Dalam orasinya, mereka menyebutkan bahwa PP 48/2005 yang direvisi menjadi PP 43/2007 dianggap sebagai kebijakan yang tidak berpihak pada tenaga honorer, khususnya di Sekolah Negeri atau Instansi Pemerintah lainnya. Mereka antara lain juga menuntut agar diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS, dihapuskannya syarat 24 jam perminggu untuk tunjangan fungsional bagi Guru Tidak Tetap dan tuntutan tunjangan bagi Staf Tata Usaha Tidak Tetap seperti halnya GTT.

Para Guru ini mengaku hanya mendapatkan honor sebesar Rp150 ribu - Rp300 ribu. Aksi ini berlangsung dibawah pengawalan puluhan anggota kepolisian dan merupakan aksi kesekian kalinya yang mereka lakukan, setelah beberapa kali melakukan audiensi dengan berbagai komisi di DPR tidak juga membuahkan hasil. Menurut rencana beberapa perwakilan tenaga honorer akan diterima oleh Komisi II DPR. (ING)

ING

Profesi Guru Digandrungi Lagi



Kamis, 8 Mei 2008 | 19:52 WIB



BANDUNG, KAMIS - Profesi guru atau tenaga pendidik kini mulai digandrungi lagi. Hal ini salah satunya terlihat dari tren peningkatan peminat calon mahasiswa di lembaga pendidik dan tenaga kependidikan, salah satunya Universitas Pendidikan Indonesia. Tren itu terutama mulai meningkat l ima tahun terakhir ini.

Berdasarkan data Humas Universitas Pendidikan Indonesia, peminat jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) di UPI menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2008 ini misalnya, total ada sebanyak 9.085 pendaftar dari 962 sekolah di seluruh Indonesia. Padahal, yang diterima hanya 1.065 orang.

Sebagai perbandingan, pada tahun sebelumnya, pendaftar PMDK hanyalah 6.800 orang. Pada tahun 2006, hanya 5.000 an. Lalu, pada 2005, bahkan hanya 1.900-an, kata Rektor UPI Prof. Sunaryo Kartadinata, Kamis (8/5). Menurutnya, tren peningkatan yang terlihat dari j alur PMDK ini menunjukkan profesi guru kini kembali mendapat tempat di masyarakat.

Tren meningkatnya peminat yang juga terjadi di jalur lain, baik Seleksi Nasional dan Ujian Masuk UPI (jalur swadaya), meningkatkan pula raw input (kualitas) dari calon mahasiswa. Daya saingnya kian tinggi. Prodi-prodi tertentu sudah sangat ketat, misalnya Matematika yang jumlah pendaftar mencapai 700 orang padahal daya tampung hanya 20-an, ucapnya. Sehingga, calon-calon guru yang dihasilkan diharapkan makin berkualitas.

Ia menduga, meningkatnya minat siswa menjadi guru terutama disebabkan mulai tingginya perhatian terhadap pendidikan, khususnya dari pemerintah. Profesi guru makin mendapat p engakuan di masyarakat secara sosial-psikologis melalui kehadiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini secara tegas mengatur profesionalisme guru dan kesejahterannya.

Rektor Universitas Pasundan Prof. Didi Turmudzi b erpendapat senada, minat calon mahasiswa pada jurusan FKIP (Kependidikan) makin meningkat, terutama di kurun waktu 2000-an ini. Padahal, di tahun 1990-an, jurusan FKIP Unpas sempat lesu peminat. Tren peningkatan ini, ucapnya, dipengaruhi pula kondisi sosial-politik di Indonesia dan juga peningkatan kebutuhan tenaga guru.

Sejak Senin (5/5) Mei lalu, UPI membuka pendaftaran Ujian masuk UPI. Menurut Sunaryo, dalam beberapa hari ini, sudah sekitar seribu orang mendaftar. Tahun lalu, total pendaftar UM-UPI men capai sekitar 9.000 orang, termasuk Pendidikan Guru SD dan TK. Padahal, jalur khusus ini berkonsekuensi pada biaya. Dana Pengembangan Lembaga atau DPL misalnya, dikenakan antara Rp 3 juta hingga Rp 15 juta tergantung prodi. Lalu, ada lagi dana BPMA (Biaya Peningkatan Mutu Akademik) sebesar Rp 2,5 juta. Tetapi, biaya SPP (Sumbangan Pengembangan Pendidikan) hanya Rp 900 ribu per semester.

Karena terpaksa

Pupu Fauziah (19), salah seorang pendaftar, mengatakan, profesi guru memberi jaminan kerja yang santai, tidak terlalu berat. Penghasilan guru yang minim tidak terlalu mengkhawatirkannya. "Kan, kalau bisa diangkat jadi CPNS bisa lebihh baik, " tutur siswi asal Soreang yang mendaftar di Jurusan Bimbingan Konseling UPI ini.

Lain lagi dengan Indah Syarefa (18). Ia mengakui, pilihan mendaftar di jurusan pendidikan lebih karena terpaksa. Dianjurkan sama orangtua. Katanya, ke depan lebih cerah. Sebenarnya, mau kuliah di Akper (akademi keperawatan), tetapi tingginya kurang 2 centimeter, tutur mahasiswi program diploma pada salah satu lembaga pendidikan di Bandung ini.





Yulvianus Harjono

Sertifikasi Guru Perlu Dibenahi



Jumat, 9 Januari 2009 | 19:59 WIB

JAKARTA, JUMAT — Pelaksanaan uji sertifikasi bagi guru dalam jabatan perlu segera dibenahi supaya tidak merugikan hak-hak para pendidik. Karena itu, pemerintah perlu memperbaiki kinerja penyelenggaraan uji sertifikasi guru secara efektif dan efisien sehingga sekitar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia bisa menjadi guru profesional pada 2015.

Pembenahan untuk uji sertifikasi guru ini perlu dilakukan mulai dari pemerintah hingga lembaga pendidik dan tenaga kependidikan atau LPTK yang menilai portofolio guru. "Jangan sampai karena kinerja yang lambat, justru guru yang dirugikan. Banyak para guru yang akhirnya tidak mendapat tunjangan sertifikasi satu kali gaji per bulan yang tidak utuh," kata Sulistiyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta Se-Indonesia yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/1).

Menurut Sulistiyo yang juga Rektor IKIP PGRI Semarang, pemerintah harus bisa menyelesaikan uji sertifikasi untuk guru sebelum akhir tahun supaya pada awal tahun berikutnya guru sudah bisa mendapatkan tunjangan profesi karena telah memiliki sertifikat guru profesional seperti yang disyaratkan Undang-undang Guru dan Dosen. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan uji sertifikasi, mulai dari penyerahan portofolio, penilaian, pengumuman, hingga penyerahan sertifikat pendidik sering terlambat dari target waktu yang ditetapkan.

"Perlu juga ditambah lagi LPTK penyelenggara sertifikasi supaya pelaksanaannya berkualitas dan sesuai jadwal. Pemilihan LPTK ini harus yang memenuhi kualifikasi supaya guru profesional yang dihasilkan memang sesuai yang dibutuhkan untuk perbaikan mutu pendidikan saat ini," kata Sulistiyo.

Adapun untuk pendidikan profesi guru yang akan dimulai tahun ini, kata Sulistiyo, pesertanya harus diutamakan dari lulusan LPTK. Hanya untuk guru bidang studi yang memang sulit ditemukan di LPTK saja yang seharusnya dibuka untuk lulusan perguruan tinggi umum. "Ini supaya tidak jadi preseden jika profesi guru hanya untuk mereka yang sulit mencari pekerjaan lain. Profesi guru harus lahir dari orang-orang yang siap menjadi guru berkualitas," jelas Sulistiyo.

Achmad Dasuki, Direktur Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, mengatakan, pembenahan untuk uji sertifikasi guru terus dilakukan. Supaya tidak lagi tersentral di Depdiknas, pelaksanaan sertifikasi diserahkan kepada pemerintah provinsi.



Ester Lince Napitupulu

1.000 Tenaga Pendidik Hadiri Kongres Guru Indonesia




Kamis, 27 November 2008 | 17:37 WIB

JAKARTA, KAMIS- Sekitar 1.000 guru dari seluruh Indonesia, Kamis(27/11), menghadiri Kongres Guru Indonesia (KGI) 2008 di Balai Kartini Jakarta. Kongres yang berlangsung hingga Jumat (28/11) besok itu tidak saja membahas metode mengajar, tetapi juga pemahaman dan toleransi pendidik serta peranan teknologi di dunia pendidikan.

"Kongres ini dapat menambah wawasan serta meningkatkan kualitas guru," kata Direktur Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional Baedowhi seusai meresmikan KGI 2008 di Balai Kartini Jakarta, Kamis (27/11).

Baedowhi mengatakan, untuk mengukur kualitas guru dapat dinilai berdasarkan tingkat kualifikasi dan kompetisi. Tingkat kualifikasi didasarkan atas pendidikan yang dijalani di bangku kuliah hingga setelah menjadi guru. Pendidikan tidak harus formal tetapi bisa pelatihan, seminar dan semacamnya.

Selanjutnya, tingkat kompetisi menjadi ukuran dalam menentukan kualitas guru. Seyogyanya, setiap guru harus melalui tes akademik sesuai dengan mata pelajaran yang akan diampu. Tes ini harus dijalankan di seluruh daerah tanpa terkecuali. Harapannya agar siswa secara maksimal mampu menyerap ilmu gurunya.

"Kualitas ini yang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan murid dalam menyerap ilmu," tambah Baedowhi.

Kongres yang bertema "Think global, Act Local" diisi bermacam dialog yang melibatkan 38 pembicara, terdiri pengamat dan praktisi pendidikan. Selain itu, juga dimeriahkan oleh pameran dari berbagai sekolah.

C12-08

Pemerintah Rumuskan Pembelajaran Peduli Lingkungan


KRISTIANTO PURNOMO



Rabu, 24 September 2008 | 23:29 WIB

SURABAYA, RABU -Menneg Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan Menneg LH telah sepakat dengan Mendiknas untuk merumuskan pembelajaran yang menanamkan kepedulian kepada lingkungan sejak dini.

Hal itu dikemukakan Meneg LH Rachmat Witoelar dalam studium generale bertajuk "Peran Strategis Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim" di Rektorat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu petang.

Dalam kegiatan akhir pekan bulan Ramadhan 1429 H yang juga dihadiri aktivis lingkungan hidup Erna Witoelar dan Rektor Unair Prof Dr Fasich Apt itu, Menneg LH menyatakan kesepakatan dengan Mendiknas itu perlu dirumuskan dalam aksi riil.

"Aksi riil itu antara lain dengan mengkampanyekan sikap peduli lingkungan melalui bintang-bintang cilik anak-anak, karena itu saya berharap Unair juga turut mengambil peran strategis dalam aksi riil itu," katanya.

Ada tiga langkah strategis yang dapat dimainkan Unair yakni mengkaji sifat kekhasan alam Jawa Timur sebagai rona lingkungan strategis.

Langka lainnya, memberikan kajian ilmiah terhadap potensi sumber daya alam dan faktor resiko dalam proses pemanfaatannya, serta menganalisa kompleksitas masalah kekinian (lumpur, dampak sosial, dan keanekaragaman hayati).

"Peran strategis yang dimainkan itu harus merujuk pada hasil Bali Roadmap sebagai komitmen internasional atau Millenium Development Goals (MDGs)," katanya.

Menurut dia, Bali Roadmap merupakan hasil nyata Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan internasional yang hasilnya banyak diakui internasional dibanding hasil-hasil pertemuan lainnya.

"Untuk itu, aksi riil ke depan harus merujuk pada MDGs dengan memastikan keberlanjutan fungsi LH yakni membalik arah kecenderungan hilangnya sumber-sumber LH, mengurangi 50 persen proporsi manusia tanpa akses air minum yang aman dan berkelanjutan, serta mencapai tingkat perbaikan hidup yang jauh lebih baik bagi minimum 100 juta pemukim lingkungan kumuh," katanya.

Dalam `Bali Action Plan` juga telah diproses negosiasi untuk pasca2012, diantaranya melakukan kegiatan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, seperti kekeringan dan banjir.

"Negosiasi lainnta, upaya mereduksi emisi GRK, upaya mengembangkan dan memanfaatkan climate friendly technology, serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi. Tentunya, dengan menetapkan jadwal penyelesaiannya pada tahun 2009," katanya.

Menanggapi tawaran itu, Rektor Unair Prof Dr Fasich mengatakan Unair dengan beberapa program studi yang ada akan senantiasa membuat kajian-kajian dalam menyikapi perubahan iklim tropis.

"Misalnya, kami mengatasi wabah flu burung sebagai bagian lain dari dampak perubahan lingkungan, kemudian kami juga melakukan penelitian-penelitian penyakit yang timbul akibat perubahan iklim itu," katanya.

Selain itu, katanya, Unair juga melakukan kajian terhadap ikan dan sumberdaya alami yang tidak tampak keberadaannya, namun memiliki potensi yang tak ternilai terhadap pembangunan fisik dan psikis manusia, khususnya manusia Indonesia.

"Teknologi pakan ternak yakni konsentrat, pengendalian efek gas buang, dan penemuan enzim alami sebagai pupuk organik telah ditemukan peneliti-peneliti Unair yang diharapkan menunjang usaha perbaikan lingkungan hidup di masa depan," katanya.

WAH
Sumber : Antara

Pendidikan Kesetaraan Ajarkan Kecakapan Hidup



Selasa, 8 Juli 2008 | 21:40 WIB

JAKARTA, SELASA - Pendidikan kesetaraan untuk peserta yang terdaftar di institusi penyelenggara pendidikan ini diharapkan bukan sekedar mengejar ijazah. Dalam program pendidikan kesetaraan, pembelajaran kecakapan hidup dan kepribadian profesional justru perlu ditekankan untuk menyiapkan lulusannya siap memasuki dunia kerja.

”Pembelajaran di lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kesetaraan seperti pondok pesantren, pusat kegiatan belajar masyarakat, atau sanggar kegiatan belajar dilakukan berdasarkan acuan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi peserta untuk bisa siap bekerja dan berwirausaha. Bahan ajar yang diberikan ke peserta juga sesuai dengan kondisi kehidupan sehingga mereka memiliki kecakapan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan,” kata Ella Yilaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas di Jakarta, Selasa (8/7).

Menurut Ella, pendidikan kesetaraan Paket A atau setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA ini merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang memberikan fleksibilitas kepada peserta untuk menjalani pendidikan sesuai minat dan kondisinya. Pendidikan kesetaraan sebenarnya bisa menjadi pilihan alternatif bagi individu dalam menjalani proses belajar sepanjang hayat.

Dalam kaitannya dengan program pemerintah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun untuk anak usia sekolah, pendidikan kesetaraan mampu berkontribusi sebanyak 4,6 persen pada angka partisipasi kasar (APK) SMP secara nasional.

Karena itu, pemerintah sendiri sudah mulai mensinergikan pendidikan formal di sekolah dan pendidikan nonformal di luar sekolah, termasuk pendidikan kesetaraan, untuk meluaskan akses wajib belajar sembilan tahun bagi warga yang memiliki kendala ekonomi, sosial, budaya, dan geografis untuk bisa menikmati pendidikan di sekolah-sekolah.

Buhai Simanjuntak, Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mengatakan pembelajaran di lembaga pendidikan kesetaraan ini perlu ditingkatkan tanpa membuatnya menjadi kaku seperti di sekolah formal. ”Pendidikan kecakapan hidup memang perlu ditekankan. Sebab, yang ikut pendidikan kesetaraan ini kan masih banyak dari keluarga tidak mampu atau bekerja. Mereka ini butuh pendidikan yang bisa meningkatkan taraf hidup dan pekerjaan mereka,” kata Buhai.

ELN