Senin, 16 Maret 2009

Pengawasan UASBN Lebih Longgar

Tak Ada Tim Pemantau Maupun Polisi
Selasa, 13 Mei 2008 | 18:41 WIB

SURABAYA, KOMPAS - Sebanyak 41.809 pelajar sekolah dasar dan sederajat mengikuti ujian akhir sekolah berstandar nasional mulai Selasa (13/5). Pemantauan dan pengawasan UASBN yang pertama ini tak seketat ujian nasional.

Longgarnya pemantauan dan pengawasan itu antara lain terlihat dari tidak ada penyilangan guru pengawas antarsekolah. "Setiap sekolah diawasi oleh guru masing-masing," kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Surabaya Sigit Priyo Sembodo, Senin (12/5).

Dalam ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) juga tak diwajibkan adanya tim pemantau maupun polisi yang berjaga. Namun, di Kota Surabaya, terdapat 31 guru SMP yang bertugas sebagai petugas pemantau dan evaluasi.

Mereka bertugas di 31 sekolah yang menjadi ketua subrayon, dari 882 SD/MI penyelenggara UASBN. Adapun sekolah lain hanya akan dipantau pengawas TK/SD. Selain itu, soal juga hanya terdiri dari satu set.

Sigit mengatakan, longgarnya pemantauan dan pengawasan itu karena nilai hasil UASBN tidak menjadi penentu kelulusan. "Nilai UASBN hanya merupakan salah satu parameter kelulusan," kata Sigit.

Sistem pengisian lembar jawab komputer juga dibuat lebih sederhana daripada ujian nasional (UN). Para peserta cukup menyilang jawaban dan tak perlu mengarsir jawaban. Hal itu untuk mengurangi kemungkinan para peserta UASBN yang rata-rata berusia 11 tahun itu membuat kesalahan.

Setelah terisi, lembar jawaban komputer (LJK) selanjutnya dipindai di dinas pendidikan kabupaten/kota, kemudian dibawa ke Dinas P dan K Jatim untuk dicocokkan dengan kunci jawaban.

Standar kelulusan

Sigit mengatakan, sekolah memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kriteria kelulusan. Kriteria kelulusan itu dapat dibuat setelah proses penilaian UASBN selesai. Pasalnya, penentuan kriteria kelulusan dilakukan dengan melihat nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata UASBN sekolah sehingga sesuai dengan kemampuan murid di masing-masing sekolah.

Setiap sekolah kemudian wajib menyerahkan kriteria kelulusan itu kepada dinas pendidikan. Dari penentuan kriteria kelulusan itu, selanjutnya akan terpetakan mutu sekolah.

Sigit mengatakan, kriteria ideal kelulusan naik atau turun 0,5 poin dari nilai rata-rata. "Semakin rendah standar kelulusannya, semakin jelek mutu sekolah," kata Sigit.

Hasil mata ujian UASBN, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA, nantinya akan masuk dalam surat keterangan hasil (SKH) UASBN yang nantinya akan menjadi syarat masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. (A10)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar